
Oleh: Drs Tumpal Siagian (*)
OPINI
Setiap negara punya mimpi membuat masyarakatnya sejahtera. Itu sebabnya, setiap negara berusaha memacu laju pertumbuhan ekonominya, sebagai salah satu cara yang mesti ditempuh agar mimpi itu jadi kenyataan. Namun, pertanyaannya adalah pertumbuhan seperti apa yang kita impikan?
Lima destinasi pariwisata superprioritas telah ditetapkan pemerintah yakni Danau Toba (Sumatera Utara), Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika (NTB), Labuan Bajo (NTT), dan Likupang (Sulawesi Utara). Menariknya, ada satu nama yang tidak masuk dalam 10 destinasi prioritas tapi masuk dalam 5 (lima) destinasi superprioritas. Ya, itulah Likupang.
Likupang berada di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Mungkin banyak diantara kita belum familiar, tapi tempat ini banyak menyimpan eksotisme. Apa saja ada disana? Kita bisa menikmati savana, pantai, hutan, hingga pemandangan bawah laut.
Pada saat ini energi bangsa terus dipacu fokus untuk menangani krisis kesehatan dan mendongkrak pertumbuhan yang berkulitas. Tentu saja kita berharap 5 (lima) destinasi pariwisata superprioritas ini merupakan masa kebangkitan ekonomi yang harus disambut dengan optimisme dan kerja keras penuh keberanian agar memberikan kehidupan yang lebih baik buat masyarakat di sekitarnya.
Apakah 5 (lima) destinasi pariwisata superprioritas ini akan mampu mewujudkan Mimpi Indonesia selaras dengan mimpi yang dinanti,yakni “Toba Dream” menjadi pariwisata berkelas dunia?
Geopark Toba
Danau Toba adalah danau vulkanik terbesar di Indonesia, bahkan di dunia yang terbentuk akibat erupsi Gunung Toba sekitar 74.000 tahun silam. Danau Toba terletak di Kaldera Toba yang telah diakui UNESCO menjadi Geoprak Kaldera Toba pada 07/07/2020 yang lalu. Danau Toba berada di ketinggian 900 mdpl, dengan panjang 100 km, lebar 30 km, dan kedalaman 1600 meter.
Geopark Kaldera Toba harus konsisten tetap dijaga, dalam pelaksanaannya diharapkan semuanya terintegrasi dan holistik. Problem Danau Toba adalah kualitas air danau yang tercemar akibat Keramba Jaring Apung (KJA), deforestasi dan bencana ekologis lainnya.
Setelah pemerintah dan DPR mengesahkan UU Cipta kerja yang ramah terhadap investasi; kebijakan yang bergulir mengundang investasi asing di Danau Toba bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kesejahteraan di seputar Danau Toba. Langkah menarik investasi sah sah saja dilakukan sepanjang kelestarian lingkungan tetap jadi pertimbangan utama.
Pandangan yang jauh kedepan dengan kajian pembuatan lapangan terbang di Sibisa, rumah sakit internasional, apatemen premium, hotel dan restoran memang diarahkan untuk mendorong pariwisata untuk turis asing. Sibisa dapat dibilang nantinya menjadi destinasi favorit wisatawan dari Singapura karena jarak penerbangan yang relatif cepat yaitu hanya 1 (satu) jam penerbangan. Demikian juga jalan tol Kualanamu-Sibisa nantinya dapat ditempuh dalam satu setengah jam. Dengan demikian turis-turisnya sudah bisa menikmati liburan di berbagai destinasi favorit seperti desa Siallagan, Simanindo, pantai bebas Parapat dan pantai eksotis lainnya di seputar Danau Toba.
Tentu, nanti akan ditata untuk wisatawan lebih nyaman, salah satunya dengan pembuatan toilet. Pemerintah mengambil langkah untuk memperbaiki kualitas toilet di destinasi wisata Danau Toba dengan menggandeng perusahaan penyedia toilet dari Swiss, Mister Loo. Langkah ini untuk memastikan penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dalam konteks menghadirkan pariwisata yang sehat dan aman, serta berbasis kelestarian lingkungan. Di lain pihak pemerintah daerah akan melibatkan masyarakat sebagai pelaku wisata.
Pariwisata Danau Toba diharapkan akan bergerak mengungkit ekonomi, serta turut mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Tentu saja pemulihan ekonomi bisa terjadi ketika “demand” bergerak, dan investasi masuk, menyedot uang dunia yang menganggur.
Namun, investasi asing yang diundang untuk pembenahan pariwisata Danau Toba ini, seyogianya tidak hanya dilihat dari seberapa banyak penanaman modal dan seberapa banyak lapangan kerja yang tercipta, tetapi juga bagaimana menyerap teknologi yang mengiringi penanaman modal dalam investasi tersebut. Secara paralel, pemerintah daerah akan memperkuat UMKM diataranya untuk mendapat kemudahan modal usaha.
Artinya, investasi yang masuk seyogianya diiringi dengan perkembangan riset yang menghasilkan inovasi. Harapannya, tentu agar sumber daya manusia (SDM)termasuk didalamnya pelaku UMKM kita segera mengatasi ketertinggalannya dalam iptek sehingga kedepan, kita bisa menjadi bangsa yang inovatif, mandiri, dan berdaya saing global. Inilah mimpi baru kita: Toba Dream!
Kita memang harus bisa menggambarkan masa depan yang diimpikan itu seperti apa, sehingga kita memiliki alasan yang kuat mengapa ingin meraihnya. Kita mulai mengejawantahkan apa yang kita impikan itu dengan mengambil langkah pertama seperti anjuran Lao Tsu.
Lao Tsu mengatakan “The journey of thousand miles begins with a single step”. Kita harus memiliki ide dan rencana yang baik diikuti langkah pertama dengan implementasi; sekali sudah mengambil keputusan yang baik/ positif, maju terus, jangan biarkan energi negatif menarik kita kembali ke belakang.
Turisme dan Kreasi Jadi Motor Ekonomi
Presiden Joko Widodo menyatakan paduan pengelolaan dan ekonomi kreatif di Danau Toba akan membangkitkan perekonomian daerah di Indonesia.
“Para pelaku ekonomi kreatif dan UMKM di kawasan Danau Toba sudah sangat mendunia. Misalnya, Ulos dan kopi Sidikalang yang sangat tersohor”, kata Presiden melalui sambungan video conference saat membuka Kampanye Beli Kreatif Danau Toba di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara Sabtu (20/02/2021).
“Kawasan ini juga cantik dengan bentangan danau vulkaniknya. Paduan pariwisata dan ekonomi kreatifnya layak digaungkan ke Nusantara hingga dunia dan diharapkan mampu membangkitkan ekonomi Indonesia lewat industri digital”, lanjut Presiden.
Bila kita berkaca pada pola normal hierarki Maslow (1943) biasanya bermula dari kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan). Setelah tahap ini terpenuhi, mulai timbul kebutuhan untuk melakukan aktualisasi diri sehingga konsumen mulai bergeser ke barang-barang tahan lama, berupa perlengkapan rumah tangga eletronik; kemudian barulah leisure dan gaya hidup wisata berdampingan dengan konsumsi travel perjalanan.
Untuk Indonesia, polanya sedikit berbeda, terjadinya loncatan yang mempersingkat durasi kebutuhan pokok, konsumsi barang tahan lama untuk aktualisasi diri dan menjadikannya berdampingan dengan “leisure” atau gaya hidup. Danau Toba yang mengandalkan turisme global dengan sektor ikutannya, seperti hotel, restoran, makanan dan minuman dan transportasi serta intensif dalam penggunaan teknologi, perubahan menjadi keniscayaan.
Pandemi Covid-19 adalah “game changer”. Peta pertumbuhan, baik global maupun domestik berikut peta sektoralnya, akan mengalami perubahan pasca pandemi. Peta geografi pertumbuhan juga akan berubah, baik pada level global, regional, maupun domestik. Sebab itu, perlu upaya nyata merancang ulang peta pertumbuhan domestik di tengah perubahan global ini. Laju pertumbuhan ekonomi sebetulnya harus diikuti kerja keras dan ketekunan membuka lapangan kerja yang menciptakan nilai tambah (added value).
Pandemi tak akan menghentikan globalisasi, tetapi akan menata ulang pergerakan arus barang dan modal dalam membentuk mata rantai pasokan global. Sebelum pandemi, sektor manufaktur bersama sektor-sektor transportasi, perdagangan, pariwisata, hotel dan restoran bergantian atau simultan membuat siklus mendorong pertumbuhan. Siklus yang saling melengkapi ini diperkirakan akan pulih jika program vaksinasi Covid-19 berjalan lancar. Sebab, vaksinasi akan berdampak memacu pemulihan usaha dan pariwisata.
Keberadaan negara dengan kualitas regulator yang memiliki integritas, profesionalisme, kepemimpinan menjadi hal penting untuk mendorong pariwisata sekaligus melindungi msyarakat adat. Investasi yang berpotensi menggangu kehidupan masyarakat adat di seputar Danau Toba agar dilakukan pendekatan bisa menggunakan pendekatan berbasis keagamaan dengan penekanan pada keselarasan antar manusia dengan sesama dan manusia dengan alam semesta.
Sebab, jika timbangan biaya kerusakan lingkungan yang disebabkan kelalaian ekologis lebih tinggi dibandingkan keuntungan yang diterima akan mengerikan bagi generasi mendatang.
Di lain pihak, dalam usaha mengatasi ketertinggalan kualitas SDM utamanya di bidang pariwisata, masih rendah dibandingkan negara-negara sekitar seperti Singapura, Malaysia dan Thailand seyogianya seluruh potensi yang ada dicurahkan untuk fokus pengembangan kualitas SDM yakni meningkatkan kualitas angkatan bonus demografi usia 15-64 tahun agar tercapai cita-cita Indonesia untuk lepas landas pada 2045. Jakarta, 11 Maret 2021.
* Penulis adalah alumni FEB UKI/ Dosen Honorer FEB UKI (Penulis buku “Keceriaan Masa Pensiun”)
Editor: Danny S