JAKARTA, BatakIndonesia.com — Bagaimana membedakan data dan hoax? Dalam perbincangan tiap hari, kita selalu berhubungan dengan apa yang disebut data. Data bilangan jamak, lebih dari angka satu, bisa dua, tiga, dan seterusnya sampai tidak terhingga. Kalau bilangan tunggal disebut “datum” yaitu datanya satu saja. Data itu suatu fakta yang bisa berwujud apa saja yang tersaji secara nyata ada dan bisa kita tangkap dengan indra kita sendiri, benar-benar ada.
Ilmu pengetahuan, seperti statistik selalu mengumpulkan data dengan cara penelitian atau sensus. Hasilnya ditabulasi, dikelompokkan, dan dilakukan analisis untuk mencari makna suatu data itu sendiri. Menghubungkan data dengan data lainnya akan mendapat nilai besaran hubungannya (r).
Hubungan itu dilihat juga sebagai faktor yang mempengaruhi dependen dan independen tergantung faktor mana yang mau kita bangun sebagai penyebab dan mana sebagai akibatnya. Sehingga sejauh mana pengaruhnya dilihat dari besaran koefisien pengaruhnya. Apakah kecil atau besar hubungannya, tergantung pada nilai koefisien sendiri.
Masalah akhir-akhir ini, sering kita mengalami pemaknaan yang salah karena apa yang disajikan dalam suatu tulisan bukan sebuah data. Tetapi, suatu yang tidak sesuai dengan data itu sendiri. Cenderung orang memaksakan informasi dengan menyajikan data yang direkayasa, data yang salah bahkan data yang disengaja disalahkan.
Dalam suatu ilmu statistik, jika data yang dimasukkan salah maka kesimpulannya akan salah pula, bisa disebut juga error. Atau lebih tepatnya ketidakmampuan kita untuk merumuskan kosep yang menangkap maksud tujuan apa yang mau dicari dari suatu konsep. Biasanya untuk menguji ini disebut uji kesahihan. Bila rendah maka tidak sahih harus dicari faktor berpengaruh lainnya.
Legal standing sumber data juga perlu kita perhatikan untuk menguji kesahihan data itu. Apakah sumber datanya diambil dari instansi yang memang berkompeten mengeluarkan data itu? Hanya instansi yang berkompetenlah yang dapat dijadikan dasar, sehingga kita mengatakan “data” itu sahih atau dipercaya dengan tingkat kepercayaan di sekitar 5%.
Misalnya, bicara luas tanah. Pertanyaannya adalah lembaga apa yang punya legal standing memberikan informasi data itu? Semua ahli ukur bisa mengukur asal menggunakan alat pengukuran secara teknis. Sarjana tehnik bisa mengukur tanah, akan tetapi para petugas ukur di BPNlah yang diberikan Undang-Undang bisa melakukan pengukuran kadaster dengan nilai Recht Kadaster.
Hasil ukur BPNlah yang diyakini benar, sampai pembayaran ganti rugi tanah hanya didasarkan pada hasil ukur BPN, karena yang dikeluarkan adalah uang negara. Jangan sampai terjadi kerugian negara hanya karena salah dalam melaksanakan pengukurannya.
Kesalahan penggunaan data, akan berdampak buruk dalam mengambil kesimpulan. Dalam dunia “media sosial (medsos)”, ajakan untuk memahami data ini mendesak sekali bagi pengguna medsos. Harus cermat data apa yang dimuat itu. Apakah sumbernya memiliki legal standing untuk mengeluarkan data itu. Dengan kata lain, apakah data itu dari bidangnya atau tidak?
Jika kita yakini data itu tidak sahih, maka jika kita gunakan sendiri masih mending yang rugi hanya kita sendiri. Namun, kalau kita teruskan maka lebih banyak lagi orang yang tersesat dengan data yang tidak sahih itu. Ibarat gunung es, kesalahan demi kesalahan akan bergulir dibaca oleh orang yang lebih banyak lagi. Kita ikut berkonstribusi membuat kegaduhan hanya karena kita mencopas (copy-paste) data yang salah, sehingga terjadi kesalahan massal.
Baca juga: Pelayanan Prima dan Investasi
Hal ini diberi istilah populer “berita Hoax”, berita kebohongan, berita yang salah dan sesungguhnya bukan sebuah “data” yang benar. Akibat mudahnya membagikan suatu tulisan.
Di komunitas terkecil di mana kita menjadi bagian dari suatu organisasi, kecermatan membaca data ini menjadi penting agar bahan kita dapat dipercaya, tanpa menimbulkan bias atau keributan dengan sesama kita hanya karena kita tidak atau belum menguasai data. Sudah serta merta kita menyampaikan, bahkan seolah olah kita menguasai permasalahannya. Pada hal data kita kurang, atau kita salah membaca atau bahkan data yang kita gunakan adalah data “hoax”.
Dari data yang benar, akan melahirkan analisis yang benar termasuk tafsir yang benar. Tafsir yang benar akan memberikan kesimpulan yang benar pula. Kesimppulan yang benar akan dapat dieksekusi dengan benar pula.
Hanya dengan itu tingkat kepercayaan kepada kita akan terpelihara oleh siapa saja yang menerima pembicaraan kita. Ini menyangkut kepercayaan kepada kita selaku pembicara atau pembawa berita.
Sekali kita salah masih bisa diperbaiki. Namun kalau sekali kita berbohong dengan berita hoax, akan fatal akibatnya. Oleh karena itu marilah kita belajar untuk menggunakan akal sehat kita secara kritis untuk melihat apakah data ini sahih atau hoax. Jika sudah sahih silahkan gunakan data itu, tapi kalau hoax, segera buang atau tidak mencopasnya.
Semoga.
Central Park, Pagi hari Kamis tanggal 07 September 2017, pkl. 11.00 WIB.
RP, Pemerhati Agraria/Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat/Ketua Umum FBBI sebuah lembaga Pemberdayaan Masyarakat untuk memajukan daerah asal di Sumatra (bonapasogit). (baca blog www.ronsenpasaribu.com)