BatakIndonesia — Keberadaan tanah adat sering menyebatkan masalah antara individu dan masyarakat lainnya. Penyebabnya adalah dualisme peraturan pertanahan nasional dan hukum adat yang mengarah ketidakpastian, situasi, dan filosofi dan tujuan hukum. Akar penyebabnya adalah hak adat masih diatur dengan hukum konversi.
Demikian Ronsen M. Pasaribu, SH, MM selaku mantan Kepala BKN dan pakar pertanahan menyampaikannya dalam Diskusi Kamisan (3/11/2022) di Jakarta.
Lebih lanjut, Ronsen mengatakan: “Tanah Adat merupakan tanah yang dikuasai oleh masyarakat tertentu di seluruh Indonesia. Dalam PMNA 5/1999 menyatakan bahwa tanah adalah hak ulayat dari hukum adat tertentu.”
Sementara itu, Ketua Umum YPDT Maruap Siahaan juga menyampaikan poin-poin penting dari diskusi ini. Maruap mengatakan bahwa:
Pertama, ada dugaan TPL melakukan transfer pricing (menaikkan harga beli bahan baku untuk mengurangi pemotongan pajak). Karena itu, kita perlu menelusuri aliran-aliran dana TPL, apakah untuk menyejahterakan masyarakat atau akal-akalan menghindari pajak?
Kedua, apa benar TPL memiliki legalitas secara hukum dalam penguasaan tanah di KDT? Kita patut menyelidiki siapa yang memberi konsesi kepada TPL? Siapa yang tanda tangan?
Ketiga, kita patut mencurigai saham TPL? Mengapa TPL merugi dan tetap bertahan? Menurut prinsip akuntansi, kalau merugi cukup lama mengapa harus bertahan? Kita patut selidiki ini.
Karena itu, Maruap menyarankan agar kita tidak boleh diam saja. Kalau kita diam saja, mereka “perampok” tanah rakyat ini akan terus-menerus semena-mena di negeri kita yang katanya memiliki konstitusi yang kuat ini. Menurut konstitusi kita, kedaulatan itu ada di tangan rakyat, bukan di tangan segelintir orang/oknum tertentu.
Selanjutnya, YPDT di sini hadir memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait isu-isu yang menyengsarakan rakyat di KDT dan turut bertindak mengupayakan sesuatu hal yang bisa diperbuat demi menyelamatkan KDT.
Di akhir Diskusi Kamisan ini, ada beberapa rekomendasi yang ke depan akan kita coba lakukan bersama, antara lain:
- Inventarisasi kasus konflik tanah dan kriminalisasi di KDT sebagai Bank Data Persoalan.
- Membentuk tim pemetaan masalah dan rekomendasi terhadap konflik dan kepemilikan tanah di KDT.
- Rekomendasi pengajuan tafsir Pasal 5 UUPA terkait tanah adat.
- Sosialisasi dan penggalangan masyarakat KDT mengakomodasi perjuangan rakyat.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan