
Oleh: Drs Tumpal Siagian*)
OPINI
“Keberuntungan berpihak kepada para pemberani”, kata aktor kondang Matt Damon, dalam perannya sebagai mantan CIA di sekuel film Jason Bourne. Itulah cuplikan iklan Crypto.com, salah satu pertukaran mata uang kripto yang berbasis di Singapura.
Iklan tentang mata uang kripto memang sudah tersebar dimana-mana, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Iklan itu berkelindan dengan iklan-iklan perusahaan hingga aplikasi perdagangan di pasar keuangan lainnya, seperti mata uang asing atau “forex”, aset kripto, komoditi berjangka, hingga aneka produk token yang tidak dapat dipertukarkan atau non fungible token (NFT).
Matt Damon bukan satu-satunya pesohor AS yang menjajakan mata uang kripto seperti Bitcoin. Ada sederetan nama seperti, Charli D’Amilio bintang Tiktok, lalu bintang televisi Kim Kardashian, dan petinju Floyd Maywather yang akhirnya berurusan dengan hukum.
Tak kalah serunya di Indonesia ada Anang Hermansyah dengan aplikasi ASIX To The Moon membawa sederetan selebriti Tanah Air dan Alplikasi Binomo dengan Trading Binary Option bermodus “robot trading”. Para pelaku investasi melakukan Flexing atau testimoni palsu, menjanjikan pendapatan tetap rutin, tanpa resiko, dan menggunakan skema ponzi dalam memberikan bonus.
Istilah ponzi diambil dari Charles Ponzi (1882-1949), imigran Italia yang mengembangkan berbagai bisnis gelap di Amerika Serikat (AS) dan Kanada. Pada Januari 1920, Ponzi mendirikan perusahaan bernama Securities Exchange Company dengan memperkenalkan skema investasi amat menggiurkan.
Berawal dari 18 investor, bisnis ini berkembang begitu pesat dan ketika kolaps total investasinya mencapai 20 juta dollar AS pada 1920, atau setara 196 juta dollar AS pada 2020. Sejak kejadian tersebut, produk investasi bodong disebut skema ponzi. Perilaku para agen ekonomi yang tadinya berhati-hati (hedge) mulai berspekulasi (speculative) dan kemudian sembrono cenderung kriminal (ponzi).
Ponzi ekonomi sendiri terjadi tatkala secara sistemik kewajiban lebih besar dari aset. Semua ini berawal dari otomasi perdagangan di bursa ketika teknologi digital berkembang dan digunakan di industri keuangan, secara khusus di industri investasi.
Langkah otomasi ini bisa tersusun sedemikian rupa karena memanfaatkan algoritma perdagangan bermodus “robot trading”. Teknologi digital ini boleh dikatakan berbahaya sebagai awalan mendigitalkan mata uang dalam bentuk investasi merupakan bagian dari sistem keuangan yang terdesentralisasi (decentralized finance/ DeFi), sehingga tak ada otoritas yang bisa menjangkaunya, termasuk otoritas moneter. Itulah mengapa aset kripto sangat rentan dengan praktik investasi bodong dengan skema ponzi.
Creative Money
Revolusi dunia digital sangat berpengaruh dalam hal cara mengelola keuangan (creative money) di masa kini, diantaranya pada pembelian reksa dana di pasar modal dan pembelian mata uang kripto di bursa berjangka. Membangun ekosistem aset kripto mulai muncul pada tahun 2008, sebagai respons krisis financial global.
Sepuluh tahun kemudian pada Oktober 2018, aset kripto barulah merupakan creative money, dan belum merupakan resiko yang perlu diperhitungkan. Namun pandemi Covid-19 mengakselerasi penggunaannya sehingga otoritas keuangan kini memberi perhatian serius. Sebab, tujuan kepemilikan aset kripto semakin berkembang dan bervariasi, mulai untuk investasi spekulatif, konversi mata uang, hingga pembayaran.
Aset kripto atau crypto currencies ditopang oleh teknologi canggih merupakan aset digital dalam wujud mata uang digital. Saat ini jumlah dan jenisnya beraneka ragam sebagai dasar penilaian ekonomis dari suatu aset, seperti emas, dan properti.
Kementerian Perdagangan memperkirakan transaksi kripto di Indonesia sepanjang tahun 2021 mencapai Rp 859 triliun dengan jumlah pelanggan 11, 2 juta pelaku dan nilai transaksi harian Rp 2, 7 triliun. Mengingat begitu besar potensinya, Kementerian perdagangan tengah menyiapkan pendirian Bursa Kripto.
Di satu sisi, Bursa Kripto akan memudahkan supervisi, tetapi di sisi lain akan mengakselerasi pertumbuhan. Dengan semakin besarnya nilai investasi aset kripto, tak tertutup kemungkinan dinamikanya akan memengaruhi stabilitas sektor keuangan.
Selain memberikan kepastian usaha, kepastian hukum, dan perlindungan investor, kehadiran Bursa Kripto Indonesia penting untuk mengawasi perdagangan investasi kripto yang menggiurkan itu. Tak hanya volatilitas nilainya tinggi tetapi resiko peretasannya pun amat nyata. Karena itu, kita pun mengharapkan kehadiran negara sangat ingin melihat para “grazy rich”, itu pamer ketaatan bayar pajak atas kekayaan mereka.
Istilah “crazy rich” disematkan kepada mereka yang suka memamerkan kemewahan di media sosial (medsos). Mobil mewah berjejer di garasi atau liburan mewah penuh gengsi dibalut gaya trendi pakaian bermerek dipertontonkan influencer investor sebagai hasil investasi yang ditawarkan. Flexing alias pameran kekayaan ini kerap menggaet tokoh, public figure untuk membangun kepercayaan.
Padahal, harta dan beragam fasilitas yang dipamerkan para influencer sangat mungkin berasal dari “sponsorship yang diberikan penyelenggara investasi bodong. Pembuat kripto bodong tak hanya mengandalkan keuntungan besar demi menggaet nasabah tetapi memanfaatkan algoritma, dan multi level marketing (MLM) sebagai celah penipuan.
Jejaring MLM dengan skema piramida, yakni pola anggota merekrut anggota atau member get member, hingga komisi bagi yang berhasil merekrut anggota baru, dipakai dalam penipuan model ini. Hal ini terjadi karena bisnis dan investasi model ini tidak selaras dengan tingkat pendidikan (kognitif) masyarakat dalam hal mengenal produk keuangan. Hampir di semua skema MLM dan Ponzi selalu ada bonus selama ada anggota baru.
Supaya situasi terburuk tidak terjadi, jangan beternak uang di sembarang investasi. Diharapkan masyarakat berinvestasi pada koin atau jenis aset kripto yang telah ditetapkan atau terdaftar dalam peraturan Badan Pengawas Perdagangan berjangka Komoditi (Bappebti). Bappebti sudah menyatakan hingga akhir 2021 tercatat hanya ada 12 pedagang kripto dan 229 kripto yang dinyatakan legal di Indonesia.
Penipuan Aset Kripto di Dunia
Sejarah mencatat, lewat pengalaman gelap penuh kekacauan dalam sejumlah kasus besar penipuan investasi kripto di dunia.
- Onecoin (2014-2019), aset kripto dengan skema multi level marketing (MLM). Inisiator: Ruja Ignatova. Menjalankan perekrutan anggota dengan imbal hasil dana serta kripto Onecoin. Ruja menghilang dan mengangkut 5, 8 miliar dollar AS dari investor.
- BitConnect (2016- 2018), aset kripto untuk Investasi dan Trading. Inisiator: Satao Nakamoto (nama samaran). Dinyatakan sebagai investasi skema ponzi oleh otoritas AS pada tahun 2018. Nilai BitConnect lalu anjlok sampai 90 persen. Angka kerugian investor 5, 3 miliar dollar AS.
- GainBitcoin ( 2016-2018), entitas penjual jasa cloud mining aset kripto. Inisiator: Amit Bhardwaj. Proyek yang beredar di India ini menarik dana senilai 300 juta dollar AS dari investor. Amit ditangkap pada tahun 2018 karena terbukti menipu 8.000 investor.
- PlusToken (2018-2020), entitas aset kripto dan pengembang blockchain. Inisiator: Chen Bo. Menjalankan kampanye pemasaran dalam jejaring media soaial untuk sebuah proyek kripto. Chen menghilang bersama dana investor senilai 14, 8 miliar yuan di Jiangsu, China pada tahun 2019.
- MiningMax (2017-2020), entitas jasa cloud mining. Inisiator: Daniel Park. Menarik 18.000 investor dari sejumlah negara dengan dana terkumpul 250 juta dollar AS. Dana itu hanya digunakan senilai 70 juta dollar AS untuk penambangan kripto. Dana lainnya dipakai untuk operasionalisasi entitas hingga perekrutan anggota baru.
Perlu Edukasi dan Literasi
Penipuan investasi bermodus mata uang kripto, dimulai dari inisiator pembuat “money game” yang mereka bangun dalam entitas penghimpunan dana. Ternyata dalam skema yang ditawarkan, inisiator hanya menggantungkan hidup dari skema perekrutan anggota yang terus memberikan harapan cuan (profit) kepada anggota yang belum mengenal produk keuangan ini.
Di saat tidak ada lagi anggota baru yang bisa direkrut, di saat itulah entitas kollaps masuk “jebakan maut”. Sebab entitas juga harus membayar cuan/ profit kepada anggota yang telah ada. Di sinilah investasi penipuan bermodus kripto mulai mengelabui masyarakat.
Para anggota yang sebelumnya mendapatkan keuntungan dalam bentuk rupiah, kemudian dipaksa menerima profit dalam bentuk koin. Semakin banyak yang menerima semakin banyak pula koin yang beredar di pasar. Di titik ini, sebagaimana mekanisme pasar harga koin akan anjlok. Sejumlah entitas aset kripto pun terkena modus penipuan karena terkadang tidak didahului dengan literasi ketika mengambil keputusan investasi.
Kita butuh investasi tetapi jangan sampai dalam prosesnya membawa ketidakpastian, kekacauan, dan harus berakhir di pengadilan karena bujuk rayu. Untuk memproteksi masyarakat juga perlu dilakukan edukasi dan literasi agar terhindar dari jerat investasi ilegal atau bodong yakni konsep 2 L: Legalitas dan Logis. Cek selalu legalitas dan uji selalu seberapa masuk akal imbal hasil yang ditawarkan sebelum berinvestasi.
Edukasi dan literasi meliputi penggunaan algoritma, pengujian dokumentasi transaksi, dan manajemen resiko agar supaya cakap memverifikasi setiap informasi. Kompetensi, kearifan dan kesadaran terhadap keamanan berinvestasi menjadi penting dan perlu dibangun untuk menangkis penipuan investasi bodong.
Karena itulah, kebersamaan, kewaspadaan dan kesigapan bersama antara Pemerintah, BI, dan OJK berperan utama mengantisipasi dan memitigasi kasus investasi. Kerangka regulasi perlu disiapkan agar terjadi keseimbangan antara algoritma, kepercayaan, perlindungan konsumen, dan stabilitas ekonomi.
Dan, sebagaimana kita tahu, jika algoritma digunakan dengan data yang bias, akan menghasilkan hasil yang bias pula. Sedangkan, kepercayaan sering hanya bisa muncul dari sesuatu yang kita pahami. (Jakarta, 22 Februari 2022)
* Penulis adalah alumni FEB UKI/ Dosen Honorer FEB UKI (Penulis buku “Keceriaan Masa Pensiun”)
Editor: Danny PHS