
BatakIndonesia.com — Berita duka, pagi ini, Kamis (30/9/2021), ada kabar tentang berpulangnya ke Sang Penciptanya, Sabam Sirait (Ompung Marsahala Doli, usia 85 Tahun). Almarhum meninggal pada Rabu (29/9/2021) pukul 23:37 WIB RS Siloam Karawaci, Tangerang, Banten.
Sejak Rabu malam hingga Kamis ini, kabar duka itu telah beredar luas di Medsos. Isi beritanya adalah “Telah berpulang ke rumah Bapa di Surga: Bapak Sabam Sirait (Ompung Marsahala Doli, usia 85 Tahun, Rabu 29 September 2021 pukuol 22:37 WIB di RS Siloam Karawaci. Kami yang berduka: Istri dr. Sondang Sidabutar MM, anak & Menantu: Maruarar Sirait, S.IP/Shinta Triastuti br Sidabutar, SE, Dr. Bathara Immanuel Sirait, Sp.OG, KFER/Tasya Purba.S.Si; Johan Sirait SH/Cintya Margareth br Sidabutar dan Mira Sirait, S.Psi.M.Sc/Putra Nabanan. Teriring doa, semoga keluarga dikuatkan dalam ketabahan menghadapi cobaan kehidupan ini serta semua lancar semua acara pemakanan dan adat istiadat sebagai penghormatan terakhir kepada almarhum.
Tentu negara, bangsa dan pemerintah kehilangan. Partai yang beliau gawangi pun akan kehilangan atas kepergian untuk selamanya. Semoga Sabam Sirait sebagai politisi senior dan guru politik di Indonesia di mana beliau tiada hentinya jadi wakil rakyat sampai akhir hayatnya. Itulah bukti almarhum dicintai rakyat Indonesia.
Menjadi ajudan, amatiran.
Cerita ini, sepenggal pengalaman pribadi saya, Ronsen Pasaribu dengan Sabam Sirait. Tak kuduga pula beliau menelepon saya ketika saya bertugas di Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo. Waktu itu beliau Penasehat Presiden Megawati Soekarno Putri. Walau beliau bilang “abangnya Mega.”
“Ronsen, ketemui aku dan kita siap berangkat ke Madura.” Siap amang, begitu jawabanku secara mendadak dalam keraguan. Mengapa saya? Ah, tak perlu dipersoalkan lagi. Saya siap satu kendaraan dan benar dalam tiga hari itu saya menjadi ajudan pribadi secara amatiran.
Agenda beliau, bertemu dengan jajaran Jawa Pos, Dahlan Iksan dan crew. Topik waktu itu pergantian Gubernur Jawa Timur, di mana beliau memberikan arahan seperlunya secara diplomasi tentang siapa dan segala pertimbangannya. Isu yang tidak semua berani bicara, tetapi beliau sudah bicara dan memang tidak jauh beda tentang siapa yang jadi. Lagi-lagi, saya diperkenankan sebagai ajudan, jangan bocorkan kau orang BPN. Begitu pesannya sambil senyum.
Hari kedua, siap-siap kita ke Sumenep. Tak tahu acaranya, siap saja. Di mobil, beliau bilang ada misi Presiden yang harus dikerjakan. Mengapa Madura surplus garam, tapi masyarakat miskin? Suasana di Madura sendiri, karena kedatangan utusan Presiden, ternyata disiapkan acara rakyat, wiong cilik yaitu: Karapan Sapi. Lomba antara sapi-sapi karapan, sebuah permainan tradisional yang sangat disenangi rakyat di Madura, utamanya Sumenep, kota paling ujung Pulau Madura.
Yang kaget adalah “Kau siapkan Piala besar, Piala Presiden, bagi pemenang Karapan Sapi, yang akan saya serahkan besok.” Tak ada kata lain, Siap Amang. Harus putar otak, posisi di perjalanan, namun harus dikerjakan di Surabaya tapi anehnya harus dirahasiakan.” Singkat cerita, tak ada kesulitan. Piala diantar pagi harinya dan tiba tepat pada waktunya. Dalam pidato, beliau atas nama Presiden dan sambutan pun sangat meriah.
Itu saja awal perkenalanku dengan almarhum Sabam Sirait, dan saat-saat bertemu di Yayasan Komunikasi, selalu saya ingatkan pengalaman tak terlupakan di Madura itu. Ingatan beliau selalu utuh dalam menceritakan hal itu.
Amang Sabam Sirait, seorang tokoh idola saya dalam berjuang, memperjuangkan Wong Cilik, membela yang dizolimi di bidang pertanahan selama saya mampu juga. Selamat jalan amang sudah tenang di sisi-Nya.
Jakarta, 30 September 2021
Ronsen Pasaribu