Horas, horas, horas, Njuah-Juah, HorasTondi madingin pir tondi matogu.
Kali ini saya ingin mengelaborasi pemahaman tentang pelayanan dalam lingkup FBBI. Di Pemerintahan, pelayanan dikenal dengan public service, sebuat sifat program memberikan kemudahan apa yang diperlukan masyarakat. Di mana titik singgungnya dengan FBBI? Dalam Anggaran Dasar kita secara ideologinya bahwa FBBI menjadi mitra Pemerintah, dalam memajukan bangso Batak dari kemiskinan menuju kemakmuran. Itu artinya, apa yang menjadi strategi besar Pemerintah dalam memberikan public service menjadi strategi FBBI dalam melaksanakan tugasnya. Bedanya hanya di ketersediaan dana dalam merealisasi programnya. Pemerintah dibiayai APBN atau APBD namun FBBI ada unsur sukarela, mencari sendiri atau membiayai dengan modal sendiri. Kesamaannya sama-sama mempunyai strategi pelayanan. Apa sih pelayanan itu?
Pelayanan ya melayani. Membantu dengan sukarela, membantu apa yang menjadi program dan diperlukan pemerintah. Jenis program dijaring dari usul masyarakat sampai pada dokumen APBN atau APBD. Sedangkan FBBI, apa yang digariskan dalam AD/ART kita bahwa ada dua cluster masyarakat Batak yang mau kita layani. Cluster Pertama masyarakat lemah, belum mandiri dalam usaha kegiatannya dalam pemenuhan hidup dan kehidupannya baik di bonapasogit dan di mana pun berada. Cluster kedua, orang Batak yang sudah mandiri, orang kaya dan berkecukupan. Cluster ini kita tetap layani akan program yang mereka butuhkan, bidang sosial, budaya bahkan menopang program FBBI untuk mensukseskan kegiatan menolong cluster pertama melalui Program Pemberdayaan.
Betapa menariknya pelayanan ini, secara pribadi sejak tamat sekolah saya mengincar Departemen yang bersentuhan dengan pelayanan dan diterima di Depdagri cq Ditjen Agraria yang kemudian berubah menjadi BPN dan terakhir Menteri ATR dan Tataruang/BPN. Saking ingin tahu soal pelayanan ini, saya kuliah S-2 dan S-3. Dengan judul Disertasi “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kantor Pertanahan dalam Menerbitkan Sertifikat Hak Atas Tanah di Propinsi Jawa Timur”.
Grand Theory “Guideline Productivity Improvement ind The Public Service“ oleh Tan Sri Dato’s Sri Ahmad Sarji bin Hamid (1991) dari Malaysia, dengan skema transformsi input-output di mana input Sumber Daya Manusia; modal, teknologi, bahan baku, peralatan dan sistem menejemen, dikelola dalam tahap proses dengan output produksi jasa pelayanan. Indikator itu didetailkan lagi, 8 indikator dan turunannya, hanya saja perlu divalidasi mendapatkan indikator valid dalam analisis model yang dibangun.
Dirumuskan Variabel Operasional, indikator dan item pertanyaan atau pernyataan secara kuantitatif diukur dengan skala likert. Tujuh variabel operasional: 1. Kemampuan Karyawan memproduksi Sertifikat (termasuk sub faktor kejujuran); 2. Dorongan Karyawan memenuhi kebutuhan fisiologis, keamanan, harga diri, dan aktualisasi diri; 3. Pelaksanaan Sertifikasi secara bertahap sesuai ketentuan; 4.Peranan Kades/Kelurahan dan Kantor PBB dalam proses Sertifikasi; 5. Sikap yang dapat mendorong bawahan dalam sertifikasi; 6. Penguasaan Teknologi Informasi; 7. Penyelesaian seritifikasi skala tahunan. Tiap variabel dipecah menjadi 4 indikator dan tiap satu indikator ditanyakan dua pertanyaan atau pernyataan.
Setelah dilakukan penelitian, pengolahan dan analisis, diperoleh kesimpulan antara lain: Faktor Kompetensi karyawan bersama dengan faktor Kepemimpinan, motivasi, dan penguasaan teknologi informasi berperan meningkatkan produktivitas sertifikasi. Variabel ketentuan menyusul sebagai pendorong berikutnya. Faktor tertinggi adalah Faktor Karyawan atau Sumber Daya Manusia. Lainnya Faktor bersifat mempengaruhi memperlambat percepatan produktifitas adalah faktor instansi terkait peranan Kepala Desa dan PBB. Bisa dimengerti kedua sudah menjadi persyaratan namun di luar kewenangan BPN. Inilah faktor penghambat. Itu dua hal penting, lainnya terlalu panjang nanti.
Apa relfeksi hasil penelitian ini buat kita dalam kegiatan pertanian atau sektor pekerjaan lainnya?
Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) memegang faktor pendorong terkuat dalam produktivitas. SDM sektor paling sulit dikelola, tetapi teramat penting sebab memiliki rasa, keinginan, mimpi, harga diri, perbedaan kebudayaan atau kebiasaan, unsur melawan, unsur nakal bahkan sifat cuek. Sedangkan faktor di luar kinerja kita namun terkait menjadi faktor penghambat. Misalnya, harga jual, hama, pencurian di kebon, faktor iri hati dan lainnya. Oleh karena itu perlu strategi dan taktik mengantisipasi faktor penghambat bagi usaha FBBI dalam Pemberdayaan Masyarakat ini.
Dalam praktek yang kami laksanakan adalah pastikan produksi terjual dengan cara bermitra dengan Bapak Angkat. Sekalipun harga tidak terlalu tinggi namun ada angka minimal dan jika harga jual tinggi akan diperhitungkan. Jaminan inilah yang penting bagi petani kita, bentuknya bisa bentuk lainnya.
Kesimpulannya adalah kita dalam pekerjaan kita masing-masing harus menempatkan konsep pelayanan menjadi basis motivasi bekerja dengan atau bekerja mencari profit motif. Lebih baik lagi menjadi ideologi hidup seseorang (sepert saya/penulis telah melekat jiwa pelayanan masyarakat). Termasuk semua kita yang bergabung di Ormas FBBI, saya ajak untuk memperhatikan unsur pelayanan dalam setiap kegiatan yang kita laksanakan. Agar supaya semangat lebih maju bertransformasi kepada masyarakat di bawsah garis kemiskinan menuju garis Kemakmuran. Itu mimpi kita.
Terimakasih, Selamat berjuang.
Jakarta, 1 September 2021.
Ronsen Pasaribu (Ketum FBBI)