BatakIndonesia.com — Masyarakat kita, baik di bonapasogit maupun di perkotaan, selalu menemui masalah pertanahan. Visi FBBI “menjadi organisasi terdepan mempersatukan Bangso Batak dalam membantu mewujudkan kesejahteraan Bangso Batak di bonapasogit dan di manapun berada”. Sedang 1 di antara 8 misinya, FBBI akan melakukan kontrol sosial di segala bidang kehidupan Bangso Batak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Guna pengejawantahan misi di atas, FBBI melakukan komunikasi berbentuk konsultasi hukum (pertanahan) dalam bentuk tanya-jawab.
FBBI memiliki tokoh-tokoh yang berkompetensi di bidang tersebut, yaitu Dr. Ronsen L. M. Pasaribu, SH, MM (Ketum FBBI/Penasehat Ahli Menteri ATR/BPN, Kanwil BPN Riau, Direktur Pemberdayaan, Direktur Konflik, Direktur Land Reform/Kepala Kantor di Medan, Jakarta Pusat, Lumajang, Malang, Sidoarjo, Kabid II HTPT Kanwil BPN DKI); Ir Herzon Panggabean (Direktur Penilaian Tanah/Ekonimi BPN RI/Kakanwil BPN Sultra, Kabid Pengukuran Kanwil Riau, Kepala Kantor /Sumbar); Hiskia Simarmata, SH (Kepala Kantor Pertanahan Samosir, Deliserdang, Jakarta Utara dan Kabupaten Bekasi; Edison Lumban Batu, SH (Kepala Kantor Pertanahan Sangata, Ngawi, Jawa Timur).
Jika ada kasus perdata dan pidana, FBBI juga memiliki pakar yang bisa membantu baik konsultasi maupun pendampingan. Johny Nelson Simanjuntak, SH (Mantan Komisioner HAM), tim Advokasi DPP FBBI.
Pertanyaan:
Saya, Virly, seorang ibu rumah tangga tinggal di Medan, sejak menikah memiliki sebidang tanah kosong. Namun sekitar tahun 1986, kami dirikan rumah tempat tinggal sampai sekarang. Surat tanahnya waktu itu adalah surat Camat. Bingung saya amang, untuk menjadikannya agar bersertifikat.
Jawab: (RP)
Kebetulan saya pernah Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, 3 tahun, paham apa yang disebut Akte Camat. Akte Camat, istilah setempat menyebut akte jual-beli sebidang tanah Nagara sebagai alas hak mensertifikatkan tanahnya. Ini semacam jual-beli hak garap dengan ganti rugi. Alas hak ini dijadikan Kantor Pertanahan cikal bakal pemberian Hak kepada pemohon.
Oleh karena itu, silahkan ke Kantor Pertanahan, mengambil Formulir secara gratis, yaitu: Formulir Pengukuran dan Formulir Permohonan Hak. Syarat-syarat yang harus dilengkapi:
- Identitas pemohon, FC KTP, KSK dan bila suami meninggal diperlukan Surat Pernyataan Waris sebagai dasar nama pemilik Tanah.
- Idenditas Obyek: Akte Camat, Atau Jual beli lainnya.
- Foto copy PBB terakhir.
- Surat-surat pernyataan: Tidak sengketa, tidak dijadikan jaminan dan tidak dalam keadaan sitaan oleh perbankan.
Anda daftarkan dan bayar biaya ukur dan biaya pemeriksaan tanah Panitia A. Anda dampingi pengukuran sampai ada hasil ukur disebut Surat Ukur dan hadiri pelaksanaan Penelitian Tanah oleh Panitia A.
Jika berjalan lancar, maka terbit Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah. Salah satu kewajiban adalah mendaftarkan SK tersebut lagi di Kantor Pertanahan dengan membayar terlebih dahulu BPHTB (Bea Penetapan Hak Atas Tanah dan Bangunan).
Perhitungannya (Luas x Nilai NJOP x Luas) – Rp. 60.000.000,00 (Nilai bebas pajak) x 5 %. Pembayarannya di kantot Dispenda setempat, sebelum diserahkan ke BPN perlu dicek Pemda dengan istilah divalidasi.
Serahkan dan daftarkan Surat Keputusan tersebut, untuk mendapatkan Sertifikatnya. Seluruh pekerjaan ini ada SOP di Kantor setempat, namun kira kira 3-4 bulan sudah selesai.