BatakIndonesia.com — Masalah pertanahan, selalu ditemui oleh masyarakat kita, baik di
bonapasogit maupun di perkotaan. Visi FBBI “menjadi organisasi terdepan mempersatukan Bangso Batak dalam membantu mewujudkan kesejahteraan Bangso Batak di bonapasogit dan di manapun berada”.
Sedang 1 di antara 8 misinya, “FBBI akan melakukan kontrol sosial di segala bidang kehidupan Bangso Batak sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Guna pengejawantahan misi di atas, FBBI melakukan komunikasi berbentuk konsultasi hukum (pertanahan) dalam bentuk tanya
jawab.
Kali ini, Edison Lumbanbatu, akan memberikan pencerahan kepada kita semua atas sebuah pertanyaan. Edison Lumbanbatu, SH. MH, Eselon IV, Kasubdit Pemberdayaan, Kepala Kantor di Kutai Timur Sangata Kalimantan Timur, Kepala Kantor di Panajam Paser Utara, di Panajam Kaltim, Kepala Kantor Nganjuk Jawa Timur dan sekarang sebagai Asesor Madya PPSDM ATR/BPN.
Pertanyaan:
Saya, PH, berasal dari bonapasogit (data lengkap ada di redaksi, menjaga privasi kami samarkan saja). Sekarang sudah lama tinggal di Jakarta. Permasalahannya, permohonan sertifikat saya belum diterima di Kantor Pertanahan karena alasannya bahwa penduduk yang tidak lagi di lokasi tanah tidak boleh memiliki tanah pertanian, sudah beda tempat tinggal dengan tanahnya.
Penolakan ini sontak membuat saya bingung apakah benar tidak boleh? Lalu, bagaimana nasib perantau atas tanah warisannya. Mungkin ada pencerahan bapak untuk saya karena biar bagaimana saya tetap memperjuangkan tanah tersebut sebagai tanah warisan orangtua. Penggunaannya bisa saya kelola bila sudah pensiun atau saya sewakan. Termiakasih sebelumnya.
Jawaban: (EL)
Menarik kasus amang ini ya, tentu kekhawatirannya beralasan sebab ditinjau dari Hukum Adat, maka peralihan tanah karena kematian disebut peristiwa hukum. Tidak karena kemauan misalnya jual-beli.
Tapi karena orangtua meninggal maka hukum (adat) berlaku, maka harta turun ke anak-anaknya. Ada yang memilih jatuh pada anak laki-laki dan perempuan sama saja.
Menurut ilmu yang saya alami di Kantor Pertanahan, larangan pemilikan tanah di luar wilayah Kecamatan untuk tanah pertanian berlaku untuk tanah berstatus Tanah Negara. Tujuannya menjamin
tersedianya Sumber Daya Agraria bagi penduduk di Kecamatan itu.
Sedangkan status tanah di Bonapasogit, rata-rata Tanah Milik Adat. Artinya jika sudah dimiliki orangtua sebagai asal-muasalnya, maka tanah itu jatuh pada ahli warisnya tanpa mempertimbangkan tempat di mana dia berada. Ini menjamin perasaan perantau, tidak khawatir
bahwa walau perantau tetap memiliki tanah di bonapasogitnya.
Bagaimana proses sertifikatnya? Pada prinsipnya permohonan bapak dapat diproses sertifikatnya dengan Hak Milik. Adalah keliru jika ada pihak BPN setempat melarang bapak memproses sertifikat
warisan bapak sendiri. Yang perlu bapak buktikan adalah benar bapak adalah pewarisnya dengan Surat Keterangan Waris para ahli waris dan diketahui oleh Kepala Desa setempat. Apakah bapak
waris tunggal atau ada beberapa orang dapat dilihat di surat keterangan waris tersebut.
Ini yang disebut Subyek Hak. Sedang obyeknya, diterangkan oleh Kepala Desa, Surat Keterangan Tanah bahwa tanah seluas sekian dengan batas-batas Timur, Utara, Selatan dan Barat adalah milik Almarhum ayahanda. Penerima hak adalah siapa yang tertulis di Surat Keterangan Waris. Itulah obyek dilengkapi keterangan subyek.
Tanah milik adat, diproses dengan Penegasan Hak. Diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 2 Tahun 1962, tanah adat yang diberlakukan di suatu daerah diakui setelah berlakunya UU No. 5
Tahun 1960. Tidak memerlukan Surat Keputusan Pemberian Hak sebagaimana diperlakukan pada Tanah Negara.
Prosesnya sama saja, pertama mengajukan permohonan pengukuran dan Permohonan Penegasan hak. Setelah selesai diukur dengan diterimanya Surat Ukur dengan isi luas, batas-batas, bentuk tanah maka dilanjutkan dengan Permohonan Penegasan Hak Atas Tanah.
Panitia A turun, hasilnya diumumkan selama 1 bulan, dan bila tidak ada sanggahan maka diterbitkan Sertifikat Hak Milik. Nah, sertifikat itulah sebagaimana pasal 19 UUPA sebagai bukti hak atas tanah
yang mengandung dua fungsi, kepastian hak dan perlindungan hukum atas tanah tersebut.
Prosedur ini lebih mudah lagi apabila tanah bapak masuk program pemerintah yaitu PTSL, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, dengan keuntungan pendataannya bersama-sama dengan
masyarakat, pengumuman lebih singkat, biayanya semua ditanggung oleh Negara, sedangkan pemohon hanya dikenakan biaya pendokumentasian alas haknya disertai Meterai, 4 lembar serta
pemasangan Tugu batasnya. Namun jika tidak masuk PTSL, permohonan secara rutin juga bisa diproses.
Silahkan lengkapi permohonannya dengan syarat di bawah ini:
1. Identitas pemohon, FC KTP, KSK dan bila suami meninggal diperlukan Surat Pernyataan Waris sebagai dasar nama pemilik Tanah.
2. Idenditas obyek: Surat Keterangan Kepala Desa yang menyatakan tanah tersebut tanah Anda.
3. Foto copy PBB terakhir.
4. Surat-surat pernyataan: Tidak sengketa, tidak dijadikan jaminan dan tidak dalam keadaan sitaan oleh perbankan.
Daftarkan dan membayar biaya ukur dan biaya pemeriksaan tanah Panitia A.
Salah satu kewajiban adalah mendaftarkan SK tersebut lagi di Kantor Pertanahan dengan membayar terlebih dahulu BPHTB (Bea Penetapan Hak Atas Tanah dan Bangunan). Perhitungannya (Luas x
Nilai NJOP x Luas) – Rp. 60.000.000,00 (Nilai bebas pajak) x 5%.
Pembayarannya di kantor Dispenda setempat, sebelum diserahkan ke BPN perlu dicek Pemda dengan istilah divalidasi.
Serahkan dan daftarkan Surat Keputusan tersebut, untuk mendapatkan sertifikatnya. Seluruh pekerjaan ini ada SOP di Kantor setempat, namun kira-kira 3-4 bulan sudah selesai. (EL)