BatakIndonesia.com — Warga Dairi di Sumatera Utara mempertanyakan data tambang yang ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) terkait operasi pertambangan PT Dairi Prima Coal (PT DPM) di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Warga Dairi ini mendapat dukungan luar biasa sebanyak 138 organisasi masyarakat sipil dari berbagai daerah di Indonesia.
Seperti yang diberitakan Batak Indonesia, pada Rabu (29/6/2022) di Dairi, Warga Dairi melakukan aksi bentang spanduk dan orasi. Sementara, di Jakarta, perwakilan 138 organisasi tersebut juga melakukan aksi bentang spanduk di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis (30/6/2022). Mereka juga sekaligus menyerahkan surat dukungan untuk warga Dairi kepada Majelis Hakim yang menangani banding KESDM melawan warga Dairi yang memohon keterbukaan informasi publik terhadap data pertambangan Kontrak Karya PT DPM.
“Warga Dairi telah melalui proses panjang untuk mendapatkan informasi seputar tambang PT Dairi Prima Mineral. KIP sudah membantu agar warga mendapatkan hak atas informasi dengan memenangkan permohonan kami. Namun sangat disayangkan, Kementerian ESDM justru mengajukan banding di PTUN. PT DPM telah melakukan banyak aktivitas di tanah Dairi, tapi warga tidak mendapatkan informasi apapun atas aktivitas pertambangan tersebut. Padahal pertambangan sudah mengganggu aktivitas masyarakat, banyak pertanian sudah terganggu, termasuk sumber air. Sesama warga juga terjadi konflik horizontal,” tutur Serly Siahaan, warga Dairi, Sumatera Utara.
Banding KESDM ke PTUN Jakarta
KESDM seharusnya tidak mengajukan banding atas kemenangan warga pada gugatan sengketa informasi data tambang. Gugatan warga di Komisi Informasi Publik (KIP) berangkat dari proses yang bermasalah dan koruptif di pemerintahan. Warga yang menolak keberadaan tambang di wilayahnya selalu diminta untuk mengajukan gugatan hukum. Alih-alih memenuhi hasil gugatan sengketa informasi publik yang dimenangkan warga, pemerintah malah mengajukan banding.
“Langkah pemerintah yang menutup rapat dokumen perusahaan tambang, hingga tak mematuhi putusan hukum atas sengketa informasi yang dimenangkan warga, menunjukkan betapa menguatnya konflik kepentingan antara pemerintah dan korporasi. Hal itu menambah daftar keistimewaan bagi korporasi tambang, setelah sebelumnya berhasil mengesahkan revisi UU Minerba dan UU Cipta Kerja, serta sejumlah insentif lainnya. Dengan demikian, pemerintah tidak sedang bekerja melayani rakyat, melainkan mengabdi bagi korporasi tambang yang sebagian pemiliknya memiliki relasi politik dan ekonomi yang kuat dengan otoritas kekuasaan,” ujar Melky Nahar, Koordinator JATAM Nasional.
Perilaku KESDM yang mengajukan banding ke PTUN Jakarta berkebalikan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang berkali-kali menyebut bahwa Indonesia akan serius melakukan transisi energi. Keputusan banding Majelis Hakim PTUN akan menjadi sinyal tentang keseriusan pemerintah dalam menjalankan transisi energi.
“Kementerian ESDM dan Presidennya sangat bertolak belakang. Terkait informasi publik, warga mencoba menyelamatkan ruang hidup dengan mengakses informasi data tambang, Majelis Hakim harus menjamin terwujudnya keadilan dan partisipasi publik, karena yang kita lihat sekarang, masyarakat selalu dijauhkan dari akses terhadap keadilan dan partisipasi. Di Kalimantan Timur, ada warga yang buka pintu belakang rumah langsung tambang, tetapi untuk mendapatkan informasi pertambangan itu, Ia harus pergi ke Jakarta. Berkaitan dengan pertemuan G20, Pemerintah Indonesia mengatakan akan serius melakukan transisi energi. Namun kenyataannya sampai sekarang, tambang masih menjadi panglima besar dalam energi di Indonesia. Keputusan PTUN nanti akan menjawab sejauh mana komitmen Indonesia dalam transisi energi,” ungkap Sarah Agustio, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Trend Asia.
Persidangan di PTUN Jakarta
Selama enam kali proses persidangan di PTUN Jakarta, pihak KESDM tetap bersikeras menganggap bahwa informasi Kontrak Karya PT Dairi Prima Mineral dan Dokumen PKP2B PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Berau Coal, PT Kideco Jaya Agung, PT Multi Hara pan Utama (MHU) merupakan informasi yang harus ditutup. Selama proses persidangan, KESDM menunjukkan beberapa bukti, tetapi bukti yang diajukan KESDM mengatakan bahwa informasi tambang adalah data yang harus dibuka.
“Selama dalam persidangan pihak KESDM selalu berdalih bahwa informasi yang dimohonkan oleh warga merupakan informasi yang dikecualikan, sehingga harus tertutup. Tentu dalil KESDM tersebut keliru dan menyesatkan. Padahal hal ini menyangkut keselamatan lingkungan hidup dan warga di Dairi, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Sebaliknya, dalil dan argumentasi dari pihak warga menunjukkan bahwa dokumen Kontrak Karya dan PKP2B merupakan informasi publik yang bersifat terbuka, sebab hal ini merupakan hak asasi warga negara yang dijamin dalam UUD 1945, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008,” ujar Judianto Simanjuntak, SH, dari tim hukum gugatan sengketa informasi warga.
Usaha pertambangan dalam bentuk apapun merupakan bentuk usaha yang memiliki dampak bagi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup di atasnya. Untuk itu, sudah seharusnya warga Dairi dan Kalimantan Timur berhak tahu atas dokumen 6 perusahaan tambang yang disengketakan tersebut.
Menunggu Putusan PTUN Jakarta
Sidang banding oleh KESDM atas putusan KIP di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akan diputus pada 5 dan 6 Juli 2022, setelah melalui 6 kali persidangan. Pengajuan banding oleh KESDM tersebut merupakan langkah konyol dari pemerintah karena memilih terus menutupi informasi data tambang.
Sebelumnya pada 20 Januari 2022, Majelis Hakim Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) membacakan putusan perkara Nomor: 025/XI/KIP-PS-A/2020, dan putusan perkara Nomor: 039/VIII/KIP-PS-A-2019. Putusan KIP tersebut mewajibkan KESDM membuka kepada publik dokumen perjanjian 5 korporasi pemegang PKP2B yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin, PT Berau Coal (BC), PT Multi Harapan Utama (MHU), dan PT Kideco Jaya Agung; dan salinan kontrak karya dari PT Dairi Prima Coal (DPM).
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan