
JAKARTA, BatakIndonesia.com ─ Raja dan Ratu Belanda, Willem-Alexander dan Maxima, datang mengunjungi Danau Toba, Kamis (12/3/2020). Miris, mereka mengunjungi Danau Toba yang sudah tercemar. Apakah pemerintah Indonesia merasa tidak malu melihat Danau Toba yang terus-menerus makin rusak dan dieksploitasi secara berlebihan? Tidak elok rasanya mempromosikan Danau Toba, sementara komitmen pemerintah Indonesia memperbaiki dan memulihkan lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba hanya lips service (manis di bibir saja).
Melihat beberapa lokasi kunjungan Raja dan Ratu Belanda yang sudah dijadwalkan, kita melihat bahwa lokasi-lokasi tersebut adalah lokasi wisata yang menarik. Namun demikian hal tersebut sungguh bertolak-belakang dengan kondisi makro lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba yang tercemar. Pencemaran makro lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba meliputi: pencemaran air Danau Toba dan kerusakan kawasan hutan.
Beberapa lembaga indenpenden seperti KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat), YPDT (Yayasan Pencinta Danau Toba), dan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) sudah sangat keras dan kencang menyuarakan Pencemaran makro lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba. Namun, selama belasan tahun tidak bergeming ada keseriusan pemerintah daerah dan pusat mengatasi masalah tersebut.
Jadi apa yang dapat kita banggakan dari Kawasan Danau Toba? Apa yang bisa dibawa dan diceritakan Raja dan Ratu Belanda kepada rakyatnya di Negeri Belanda? Ini menjadi pertanyaan introspeksi bagi para pemangku kepentingan (stake holder). Rakyat jelata hanya bisa menerima nasib.
Penulis: Boy Tonggor Siahaan