
JAKARTA, BatakIndonesia.com — Hari-hari ini kita menyaksikan banyak kerabat, teman, keluarga dekat, para Petugas Medis di garda terdepan, mereka yang menunaikan panggilan tugas publik, satu-satu menghadap Sang Ilahi. CoVid 19 sikkam mabarbar/raison d’êtres telah menjadi momok pandemik yang menakutkan/menghantui seluruh penghuni jagat. Tidak saja manusia, konon binatang pun tidak kebal terhadap sitapuleong ini.
Sesuai ketentuan Pemerintah yang membatasi berkerumunnya orang-orang, umumnya hampir tidak ada lagi prosesi pemberangkatan atau acara adat dalam hal ada kedukaan belakangan ini. Apapun penyebab meninggalnya. Mereka berangkat dalam sunyi. Walau tokoh sekalipun.
Pagi ini kami mendengar bahwa tadi malam Amang Pdt. Dr. B. Rajagukguk, S.Th telah menghadap. Sebelumnya dalam WA grup sekitar dua minggu yang lalu beliau mengabarkan dirinya dirawat di salah satu R.S. Suhu badannya tinggi.
Sambil menghibur seorang ibu boru ni Punguan yang baru ditinggal suami, beliau menulis “…. kita nanti jumpa di sorga bersama Tuhan Yesus Kristus.” Saya menyambut WA tersebut dan menyampaikan harapan dan doa kesembuhan ” …. sai tibu ma humisar hamu, Amang“.
Hari ini, almarhum akan diberangkatkan dari R.S Persahabatan ke pemakaman. Dalam sunyi.
Selain tokoh agama (Pimpinan salah satu Sinode Gereja Nasional), almarhum juga seorang panutan masyarakat terutama di punguan Marga. Beliau termasuk Rohaniawan yang memelopori ibadah online. Penekanan patuh kepada Pemerintah (unduk tu Panggomgomi) menjiwai pelayanan beliau, yang merupakan mantan birokrat pensiunan yang berkarier di kantor Pemda DKI.
Perkenalan saya dengan beliau tergolong unik. Dua puluh empat tahun yang lalu, beliau adalah Pendeta yang melayani ibadah pemberkatan kami, di GBI Kebayoran, Jl Tirtayasa Kebayoran Baru, di mana isteri saya dahulu aktif sebagai pemudi gereja.
Prosesi pemberkatan ini agak unik. Beliau adalah Pendeta di aliran gereja karismatik. Namun, Pendeta J. Tarappa Pimpinan Gereja Baptis Indonesia Kebayoran yang memimpin prosesi pemberkatan, dengan berbesar hati sharing pelayanan dengan beliau. Pdt. Rajagukguk yang menyampaikan renungan firman.
Kami sangat senang. Saya aminkan berkatnya double (karena dua Pendeta sama-sama menumpangkan tangan). Walaupun… saya mohon maaf sudah lupa ayat pernikahan yang beliau sampaikan tersebut). Forgive me dear God.
Sekitar 10 tahun kemudian, beliau juga berkenan memberikan konseling singkat pernikahan kepada adik saya. Termasuk membaptis calon pengantin wanitanya. Adik saya ini menemukan jodohnya di daerah penempatan kerjanya di Jakarta, namun pesta adat pernikahan di huta orangtua kami, Doloksanggul. Pada hal, kami bukan jemaat di gereja beliau, walau tentu sesekali beribadah di sana. Termasuk membawa adik perempuan kami yang sakit serius pada kurun waktu setelah itu.
Sekitar sembilan tahun yang lalu, kami mengundang Pdt. Rajagukguk untuk berdoa syukuran pentahbisan rumah yang Tuhan berkatkan, di Cikunir yang kami tempati sekarang. Beliau disertai ibu boru Sinaga dengan senang hati membagikan berkat kepada kami, rombongan Tulang, Hula-hula, kerabat, dan teman yang hadir.
Setelah ibadah singkat, pada saat acara adat syukuran, beliau bergabung dengan rombongan Mertua (hula-hula). Mereka masih berkerabat di level atas (sandakka di Anak ni Rajagukguk).
Pdt. Rajagukguk adalah juga seorang motivator sekaligus inovator. Khotbah-khotbahnya kontekstual, berwawasan luas tetapi sekaligus membumi. Anak-anaknya aktif main musik di gereja. Termasuk anaknya yang dokter itu.
Ada buku nyanyian rohani, yang bergenre Folksong Tapanuli (tidak seperti komposisi Kidung Jemaat yang hymne ala Barat) yang digubah para Perintis Pentakosta Jaman dulu (a.l alm. Pdt. Ev. Siburian) yang diterbitkan gereja beliau. Namanya “Buku Pujian Haleluya”. Beat dan syair lagunya sangat cocok diiringi instrumen musik Batak seperti Seruling, Taganing, dan Hasapi.

Beberapa cuplikan lagu tersebut sudah kami rekam di studio. Lagu lagu tersebut diaransir Andolyn Sibuea dan diiringi musik tradisional oleh Poster Sihotang. Poster sudah almarhum beberapa tahun yang lalu.
Lagu-lagu Pentakosta ini, agak bercengkok seperti andung dengan langgam ceria. Penyanyi asli Pentakosta zaman dulu, yaitu orang tua saya sendiri, kami ajak ke studio rekaman. Lagu-lagunya ada di Youtube.
Sebagai tribute kepada almarhum, semoga satu kali kelak, kami bisa berkolaborasi dengan anak-anak atau jemaatnya merekam lagu-lagu tersebut. Dengan versi asli atau dengan musik kekinian zaman now.
“Nunga hupasidung paraloan na denggan i, nunga hupaujung parlojongonki; ramot hubahen haporseaon i.
Diri nama di jolongku tumpal hatigoran, silehonon ni Tuhan, Paruhum na tigor i, di ari sogot i tu ahu ….” (2 Tim. 4, 7-8)
Selamat jalan Amang Pdt. Busmin Rajagukguk
Jakarta, 7 April 2020
Sampe Purba