
Foto: Petani dan Lahan Pertanian di kabupaten Toba (dok. Antara)
JAKARTA, BatakIndonesia.com — Penamaannya Model Sederhana. Model ini melakukan usaha pertanian tanpa melakukan tahapan-tahapan dalam teori Pemberdayaaan Masyarakat, seperti langkah pertama pemetaan sosial, pembentukan Pokmas, proses land clearing, pembibitan, pendampingan teknis pertanian, melibatkan pihak ketiga sebagai Bapak Angkat, ikatan kerjasama, dan pemasaran.
Dengan kata lain, kita berusaha dengan pendekatan taraf tradisional, tetapi dengan mempertimbangkan beberapa unsur pemberdayaan masyarakat. Tujuan akhir adalah usaha sendiri menjadi kegiatan utama atau sampingan yang kelak di kemudian hari memperkuat pertahanan ekonomi keluarga, dan ekonomi pekerja. Pada gilirannya kita juga membantu pemerintah dalam penyediaan logistik pangan Nasional, walaupun dalam skala kecil.
Beberapa fungsionaris FBBI (Forum Bangso Batak Indonesia) sudah menerapkan model sederhana ini. Kami sajikan sebagai berikut:
1. Model “Krist Bernard Siregar” bidang perikanan.
Krist Bernard Siregar, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) FBBI Serdang Bedagai bersama Ronsen Pasaribu pada awalnya membuka lahan seluas 1 Hektar pada 2014 lalu. Dulunya lahan tersebut adalah lahan sawit yang tidak produktif lagi milik Tulan Evan Sinaga, Ketua Perwakilan FBBI di Jepang. Lokasinya berada di Desa Bah Dua-Dua. Dalam pembicaraan awal, kegiatan ini adalah praktek progam FBBI, yaitu: pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan membuka lahan 1 Hektar di lokasi aliran Sungai, ketersediaan air yang segar dan tidak pernah ada banjir dadakan. Ini menjadi jaminan awal pemetaan sosial saat itu. Jadilah terbangun memakai alat berat Esvacator, selama satu minggu. Hasilnya 9 (sembilan) kolam besar, tiap kolam ukurannya 10 m x 40 m atau 400 M2 dan kedalaman 1,7 m.
Tali air memakai peralon pengendali secara tetap mengalirkan air dari kolam pertama sampai kolam ke sembilan, dengan penambahan bendar mengelilingi kolam secara menyeluruh. Fasilitas yang dibangun adalah sopo utama, mesin pengolah pakan sendiri, kerjasama dengan pabrik ayam potong di Medan dan ikan asin dari Belawan sebagai campuran dedak pakan Ikan, produksi sendiri. Biaya tidak sedikit kami keluarkan untuk merealisasi program pembudidayaan ikan ini.
Percobaan ikan patin belum berhasil. Bibit ikan patin dibawa dari Kampar, Riau, mengingat waktu itu penulis sebagai Pembina Pemberdayaan Ikan Patin di Propinsi Riau dalam program pemberdayaan masyarakat. Kolam di tengah perkebunan sawit sudah terbukti. jika program ini dikembangkan di Kampar Riau, maka seluruh anggota kelompok masyarakat (Pokmas) wajib memiliki 2 kolam. Ikan patin dan hasilnya laku dijual kepada masyarakat yang senang ikan patin.
Panen pertama dalam praktek pertama ini menghasilkan ikan yang sangat banyak. Permasalahan ukuran kegemukannya masih belum memenuhi syarat untuk kepentingan pengalengan ikan secara pabrikan. Akhirnya, ikan dijual bebas ke pasar-pasar.
Selanjutnya kolam tersebut dijalankan sendiri oleh Krist Bernard Siregar dengan jenis ikan yang disenangi oleh masyarakat sekitar, yaitu ikan nila, lele, namun metode pengelolaan secara tradisioal.
Produknya mampu untuk memenuhi konsumsi sehari-hari sebagai penambahan gizi keluarga dan sisanya dijual ke pasar-pasar tradisional. Bagi Krist Bernard Siregar, pola tradisional ini pilihan akhir dan bilamana ada Bapak Angkat yang mau menginvestasikan dananya, merupakan peluang yang menjanjikan di masa depan. Lewat tulisan ini, penulis sampaikan kepada para pembaca yang budiman bila ada minat boleh menghubungi beliau.
2. Model ala Pandapotan Nainggolan di Deliserdang.
Pandapotan Nainggolan, Purnawirasan TNI, Fungsionaris DPD FBBI Provinsi Sumatera Utara, mengisi waktu untuk membuka perkebunan di Deliserdang, Sumatera Utara. Luas lahan sekitar 2 Hektar untuk dikelola sendiri. Ini sudah menyita waktu dan tenaga.
Jenis tanaman disesuaikan dengan peluang harga yang relatif tinggi dengan harapan agar keuntungan tinggi setelah dikurangi biaya tenaga kerja. Lahan 2 Hektar, tidak ditanam sejenis namun divariasi antara tanaman keras dan tanaman semusim. Tanaman keras yang sifatnya permanen antara lain jeruk, jambu, dan kelapa. Sementara tanaman musiman adalah jagung, sayur mayor dan lainnya.
Tenaga kerjanya adalah tenaga kerja lepas harian, belum membentuk kelompok masyarakat namun tenaga harian bersifat tetap berfluktuasi 2-5 orang dari masyarakat sekitarnya. Beberapa anggota FBBI di DPD Sumatera Utara menjadi lokasi pertanian beliau. Itu sebagai tempat hang-out, memetik hasil kebun sambil berwisata. Sebuah bentuk kesenangan bagi anggota FBBI bila berkunjung ke perkebunan ini.
Adapun hasil perkebunan masuk kategori menguntungkan dan mampu menjadi andalan keluarga untuk memenuhi kebutusan sehari-hari dan menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Anaknya sudah diwisuda di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Ini tidak lepas dari dukungan usaha pertanian tersebut. Selamat dan sukses terus.
3. Model dari Minderman Sihombing.
Sebenarnya beliau belum berkenan modelnya untuk dipublikasikan dari usaha pertaniannya di Humbang Hasundutan. Informasi detailnya belum saatnya kita sampaikan. Melalui japri SMS antara Ketum dengan beliau, dia berjanji akan berbagi info ke publik bilamana kebun jeruk, yang diselang-selingi dengan cabai dan kentang itu berhasil panennya.
Ini informasi bersifat umum. Minderman Sihombing adalah Perwakilan FBBI di Amerika Serikat. Beliau sudah memiliki ijin tinggal tetap di Amerika Serikat. Namun demikian, beliau sejak kecil hingga dewasa sudah mengalami suasana desa atau bonapasogitnya di Humbang Hasundutan. Dalam perbincangan dengan Ketum di Jakarta, saat acara “SENANDUNG RINDU BONAPASOGIT”, selain senang bertani di mana saat itu pulang untuk membuka lahan perkebunan milik keluarga, ternyata piawai juga bermain seruling. Saat itu beliau tampil sepanggung dengan pemain seruling terkenal orang Batak, Korem Sihombing.
Hal menarik dari model pemberdayaan ini adalah walau beliau di Amerika Serikat, masih mampu untuk mengendalikan kebunnya di bonapasogit. Beliau semangat mewujudkan visi dan misi FBBI. Nampak dari cerita beliau bahwa anak dan istri berkata: “Bukankah kamu mencari penyakit bikin usaha pertanian di kampung yang cara berpikirnya hanya menyusahkan kamu saja? Minderman Sihombing memberi jawaban: “Ketiga anaknya sudah selesai sekolah, bekerja, dan memiliki keluarga masing-masing. Tugas saya di USA sudah selesai. Sisa hidup membantu pengembangan bonapasogit. Apakah ada halangan nanti? Yang penting akan saya jalani dengan tidak memaksakan batas kemampuan saya yang ada.”
Sementara beliau mengirim foto keluarga. Nomor 1 anak 2 cucu lelaki, menantu perempuan orang Spanyol. Nomor 2 boru, cucu, menantu laki-laki warga AS dan seluruhnya sudah 6 cucu, United Nation. Menutup perbincangan jarak jauh kami, kebun jeruknya sebentar lagi panen. Kita menunggu sharingnya dari Minderman Sihombing. Sukses selalu, berbuat bagi bonapasogit sekalipun jarak tidak menjadi penghalang menginvestasikan dana di bonapasogit. FBBI turut berbangga.
4. Model ala Ir. Julois Pasaribu.
Julius Pasaribu, Fungsionaris DPP FBBI di Bidang Pemberdayaan Bonapasogit. Anggota pengurus yang sudah aktif sejak FBBI berdiri. Sementara, beliau tinggal di bonapsogitnya Pematangsiantar, dan sebagai pemegang Saham di PT ISM yang mengembangkan Pemberdayaan Masyarakat di Desa Sigompul, Humbang Hasundutan.
Sebenarnya, Ir. Julois Pasaribu, yang berlatar belakang S1 bidang Ilmu Pertanian ini, berpotensi untuk mengembangkan sektor Pertanian di bonapasogit. Oleh karena itulah pertimbangan kami menempatkan beliau di Bidang Pemberdayaan di Bonapasogit, DPP FBBI periode ini.
Proses bisnis beliau adalah memanfaatkan lahan yang tidak terlalu luas di Pekarangan rumahnya di Kota Pematangsiantar untuk jenis kegiatan pembibitan berbagai tanaman. Yang dikembangkan beliau adalah cabai merah dan jahe merah. Kedua produk ini boleh dikatakan laris manis, jenis yang sangat dibutuhkan oleh petani utamanya di wilayah pertanin di Simalungun. Sebagaimana dalam tulisan seri Konsep Pemberdayaan, betapa posisi strategis bagi petani ketersediaan bibit cabai dan jahe merah ini. Bagi petani cabai dan jahe merah ketersediaan bibit yang dikelola secara profesional ini sangat penting dan memberikan keyakinan dalam proses pertanian mereka.
Apalagi pembibitan Julois Pasaribu ini bersifat berkesinambungan maka rangkaian pertanian oleh Bangso Batak di bonapasogit ini menempatkan tahapan penting.
Tahap pengembangan usaha ini adalah suatu saat jika ada lahan yang bisa disewa atau dibeli maka Julois Pasaribu dapat sebagai pelaku kegiatan pertanian cabai dan jahe merah. Potensi atau pangsa pasarnya masih terbuka mengingat konsumsi pokok bagi orang Batak. Ada kemiripan Bangso Batak dengan masyarakat Manado, di mana setiap makan harus menangis. Artinya setiap resep makanan harus merasa pedas, bila perlu airmata keluar. Apalagi, khusus orang Batak, cabai masih harus dicampur dengan andaliman. Oleh karena itu, permintaan pasar utama cabai terbuka secara domestik, selebihnya antarpropinsi bahkan ke Luar Negeri. Sedangkan jahe merah, akhir-akhir ini kreativitas orang Batak mengkreasikannya menjadi minuman baru, yaitu: Bandrek Andaliman yang berbasis jahe merah dan andaliman. Cocok dikonsumsi di daerah yang dingin seperti Humbang Hasundutan dan Tapanuli Selatan.
Penutup
Berbagai model pemberdayaan yang telah kami sajikan di atas atau tulisan sebelumnya menunjukkan kesungguhan pengurus FBBI guna mencapai visi-misi organisasinya. Usaha ini turut serta menjalankan program pemerintah dalam menyejahterakan masyarakat, dal;am hal ini bangso Batak. Sebagaimana diketahui, sebagai ormas, kami hanya bertugas menyiapkan model pemberdayaan masyarakat. Dengan harapan, model itu sudah barang tentu tidak ada satu model pun yang sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan. Ini sangat tergantung pada pilihan pelaku pemberdayan yang dipengaruhi dana, pemilihan lahan, ketersediaan infrastruktur, bibit, pupuk, dan pemasaran.
Harapan di atas penyajian model ini akan menjadi inspirasi bagi kelompok masyarakat lainnya untuk melaksanakan pertanian yang berbasis manusia, anggota kelompok. Tidak berdasarkan kekuatan modal (capital). Biarlah model ini mampu menciptakan link melalui teknologi yang sudah canggih sekarang, sehingga membuka informasi seluas-luasnya dalam rangka menjual hasil produk kelompok masyarakat di Bonapsogit. Kendala pemasaran selama ini menjadi momok sudah teratasi dengan memanfaatkan informasi digital, baik melalui Pemerintah maupun lembaga-lembaga sosial yang ada saat ini.
Selamat melaksanakan pemberdayaan masyarakat menuju bangso Batak yang beranjak dari peta kemiskinan menjadi peta kemakmuran di masa mendatang.
Dengan demikian, seri-seri tulisan tentang pertanian di bonapasogit, ditambah satu tulisan tentang masalah tanah adat dapat kita akhiri. Terimakasih atas perhatian kita semua.
Penulis: Dr. Ronsen Pasaribu, SH, MM (Ketua Umum FBBI)