BatakIndonesia.com — Ingatanku terus saya korek, begitu baca tulisan senior saya dalam beracara di Badan Peradilan PTUN. Mas Sugijanto, orang kalem tetapi kadang banyak cerita lucu.
Kelucuan yang kami alami, tentu sepanjang perjalanan ke Jakarta, mengikuti sidang dengan kenderaan Bus Malam.
Besoknya sidang, sore ini kami berangkat. Jika lancar jalan ya senang saja, tetapi kalau di daerah Bekasi macet, Kami tiba pagi di Bekasi dan mepet lagi mau sidang pukul 10:00. Kami berdua mulai tolah-toleh. “Piye iki mas, carane piye biar kita sampe kantor PTUN pas waktunya?” tanyaku.
Akal mulai keluar, Sugijanto pintar beracara. Kalau saya ikut saja waktu itu. Jalan stag. Akhirnya kami turun menenteng tas kerja saja, selempit satu baju ganti. Berjalan ke depan agak berlari, menumpang kenderaan kecil yang bisa salib-salib.
Nah mujarab juga. Tiba di gedung PTUN, kurang 10 menit. Bagaimana mandinya? Ah gampang, masuk kamar umum lalu jebur-jebur mandi asal basah, beres. Segar lagi.
Habis sidang, kami mengejar bus ke Pulogadung, menuju Jawa Timur lagi. Hiburan kami jika turun tengah malam lalu makan bersama tentu tidak bayar karena satu dengan tiket. Makanannya ya soto dan masakan Jawa Timur, tetapi dijatah. Yah seru juga kalau mau makan bebas ya tidak cukup uang.
Sebagai Kasubsi Penyelesaian Masalah Pertanahan Kota Surabaya, dan beliau di Seksi Pengukuran dan kadang mengawal loket penyerahan Sertifikat. Yang paling kami ingat adalah ternyata praktek pertama PTUN sejak diundangkan UU PTUN, kasus di Surabaya pertama dan kami berdua kuasa hukum dari Agraria.
Kami usul sidang lapangan, disetujui di mana ruangan disulap jadi ruang sidang. Ya persislah. Sepanjang sidangnya berjalan biasa saja. Hanya selesai sidang, ada semacam simbiose mutualistis. Kami berharap ada jamuan ke para hakim, dan para hakim juga manusia, pengen jalan jalan. Jadilah kami bawa ke Batu Malang.
Rupanya info ini bocor ke Mahkaman Agung. Lha, itu pertama dan terakhir diijinkan sidang lapangan. Mungkin khawatir ada subyektivitas dan terkikis obyektivitas hakim dalam memutus perkara.
Mas Sugijanto berharap memori sidang PTUN jangan dilupakan ya, takkan terulang lagi seumur-umur kita dan insan BPN juga takkan mengalaminya kesusahan yang kita alami. Honor tidak seberapa tapi resiko ke Jakarta bolak- balik, sangat tinggi. Kami hanya mampu melaksanakan gegara punya komitmen pada kantor dan kebenaran membela lembaga BPN yang tercinta.
Jakarta, 06 Januari 2023, pkl. 22:00. RP