JAKARTA, batakindonesia.com
Banyak orang memperhitungkan peran organisasi Pemuda Batak Bersatu (PBB) belakangan ini, kendati kehadirannya masih tergolong muda di antara organisasi pemuda lainnya.
Misi sosial dan keadilan yang menjadi garis perjuangannya, khususnya bagi keluarga-keluarga Batak yang mengalami kedukaan, apalagi sesama masyarakat kalangan bawah, membuatnya beroleh simpati dan cepat merambah ke 27 provinsi, 198 kota/kabupaten, dan ada kurang lebih 1118 kesekretariatan di seluruh Indonesia, termasuk mancanegara.
Namun seringnya Pemuda Batak Bersatu (PBB) tergiring ke garis depan konflik, karena harus melakukan pembelaan terhadap masyarakat Batak yang terzolimi atau pihak yang diperlakukan tidak adil, seperti: dipersekusi, diperintahkan menutup dagangan, dan lain-lain, membuat banyak orang bertanya-tanya, bagaimana PBB menangani dan menghindari konflik fisik.
Ternyata Pemuda Batak Bersatu (PBB) memiliki Standar Operational Prosedure (SOP) dalam menangani konflik. Mereka biasanya mempelajari dulu substansi pemasalahan di lapangan, barulah disusun strategi penyelesaian masalah.
Demikian dikatakan Ketua Umum Pemuda Batak Bersatu (PBB), Lambok F. Sihombing, S.Pd dalam bincang dengan media, usai tampil dalam Diskusi Panel Bulan Kebudayaan Batak dan Pra Kongres I Kebudayaan Batak Toba di Balai Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta Pusat.
“Dalam menghadapi konflik, kita tentu selalu mempelajari terlebih dahulu permasalahan di lapangan. Setelah itu, kita merumuskan cara penyelesaian, termasuk menyusun personil yang maju dalam penyelesaian masalah. Dan kita biasanya belum melibatkan pihak yang kena masalah,” ungkapnya menjawab pertanyaan media, Selasa (27/9/202) lalu.
Foto: Pengurus Batak Center, Panitia dan Ketua Umum PBB bersama jajarannya
Ditanya bagaimana cara menghindarkan gesekan, karena hal-hal yang ditangani biasanya sifatnya sangat sensitif, seperti beberapa kasus pelarangan keluarga beribadah di rumahnya sendiri, Lambok F. Sihombing mengatakan selalu mendahulukan prinsip persuasif dan diplomasi.
“Prinsip yang kita jalankan, tentu harus mendahulukan cara persuasif dan diplomasi. Sebab itu, yang diturunkan dalam penyelesaian masalah, adalah personil-personil yang memahami kondisi sosial dan cara pendekatan hukum yang tepat. Baru kemudian jika perlu, melakukan aksi pernyataan sikap sebagai wujud ketegasan kita dalam penegakan keadilan dan hukum,” tandasnya.
Menurut Lambok Sihombing yang juga karateka Dan V ini, di struktur organisasi PBB di berbagai tingkatan wilayah, memang ada bidang sosial dan hukumnya. Tentu, dibantu bidang-bidang lainnya yang berkaitan, dan penguasaan jaringan wilayah setempat.
Dikatakan Lambok, PBB itu muncul dari sekumpulan anak-anak muda Batak yang sering merasa termarginalkan dan tidak dianggap. Namun ketika mereka sering berkumpul di Bekasi Timur, awalnya mereka membentuk kelompok ‘Satahi Sapartaonan’ atau Senasib Sepenanggungan, kemudian bertransformasi menjadi Paguyuban Batak Bersatu, dan terakhir sepakat membuat Akte Pendirian Organisasi, menjadi Pemuda Batak Bersatu, yang lahir pada 8 Oktober 2019.
Aktualisasi PBB diawali Lambok Sihombing yang juga kelahiran Medan ini dan kawan-kawan, ketika mereka mendatangi Gubernur Sumatera Utara, Eddy Rahmayadi yang pada tahun 2019 sempat menggaungkan wacana Danau Toba Syariah. Kehadiran mereka diterima dan Eddy Rahmayadi langsung menyatakan bahwa berita itu hoaks, dan tidak benar.
Foto: Lambok Sihombing bersama jajaran saat wawancara awak media
Kepercayaan diri mereka makin kuat, ketika menyadari, jika para pemuda bersatu dan kompak, suaranya lebih didengar ketimbang bersuara sendiri-sendiri. Dikatakan pemuda dalam unsur kata PBB, karena ingin selalu menggambarkan semangat jiwa muda yang heroik dalam setiap langkah perjuangan, kendati sudah berumur.
Sementara itu, sebelum bincang-bincang dilakukan, Lambok F. Sihombing diundang sebagai Penanggap III dalam event Pra Kongres I Kebudayaan Batak Toba dan Bulan Kebudayaan Batak, bertema “Paradigma Baru Tata Kelola Adat Batak Toba (3E: Esensial, Efektif dan Efisien),” dalam rangka menjawab kebutuhan kalangan Milenial, yang dikhawatirkan makin menjauh dari adat, Selasa (27/09/2022).
Pembicara Utama adalah Ketua Umum Dewan Mangaraja LABB, Brigjen TNI (Purn) Berlin Hutajulu; dengan Pembahas/Penanggap: 1) Prof. Dr. Payaman Simanjuntak; 2) Drs. H. Ramses Hutagalung, M.M; 3) Ketua Umum Pemuda Batak Bersatu (PBB), Lambok F. Sihombing, S.Pd; dan Moderator: Dr. Pontas SInaga, M.Sc dari Batak Center.
Dalam kesempatan tersebut, Lambok F Sihombing mengatakan sangat setuju dengan upaya-upaya penyederhanaan tata kelola adat Batak Toba. Diapun menangkap aspirasi dari kalangan muda milenial yang mengatakan bahwa adat Batak itu berbiaya tinggi dan ribet.
Bahkan Lambok Sihombing mengutip obrolan diantara kalangan muda Batak yang mengatakan, jika adat di tetangga berbiaya murah dan tidak ribet.
“Banyak kalangan muda milenial mengatakan, adat Batak Toba itu berbiaya tinggi dan ribet. Nggak seperti tetangga, nikah, pasang tenda, pasang organ tunggal, ada makanan, beres. Nggak ribet,” jelasnya.
Namun demikian, Lambok Sihombing mengatakan, pihaknya siap bekerjasama untuk mensosialisasikan paradigma baru tata kelola adat Batak Toba, khususnya melalui seluruh jaringan sekretariat PBB di seluruh Indonesia. Dan tentu, pihaknya membutuhkan bimbingan dalam hal tersebut, agar dapat lebih memahami terlebih dahulu.
Diketahui, Pra Kongres I Kebudayaan Batak Toba dan Bulan Kebudayaan Batak ini diselenggarakan oleh Batak Center, yang Panitianya diketuai, Irjen Pol. (Purn) Drs. Erwin T.P Lumban Tobing, yang berlangsung selama 2 (dua) hari, dari tanggal 26-27 September 2022. Dr. H. Sandiaga S. Uno, M.B.A dari Bali, membuka acara secara resmi via zoom, dan disambut dengan pemukulan gong oleh Ketua Umum Batak Center, Ir. Sintong M. Tampubolon di Balai Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona, Kemenparekraf, Jakarta Pusat. DANS