
JAKARTA, BatakIndonesia.com — Diskusi Bodatku sayang bodatku malang banyak mendapat tanggapan dari anggota maupun pembaca di luar anggota grup FPS (Forum Petani Sipirok). Agar berguna diskusi kemarin Sabtu (3/10/2020), saya mencoba membuat rangkuman berupa solusi jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Solusi mana tentu tidak melanggar Undang-Undang Perlindungan binatang Kera.
Kera, monyet atau bodat (penyebutan setempat) sangat menyusahkan petani utama yang bertetangga dengan hutan. Monyet banyak akal, licik, jahat bahkan mampu memancing emosi manusia. Bukan buah saja dimakan, bibit juga diacak-acak bahkan merusak tanaman. Malahan monyet berani masuk rumah, cari cadangan makanan di dalam rumah. Oleh karena itu, kesimpulan diskusi kemarin, manusia yang punya akal budi, tidak boleh kalah dari bodat. Manusia makan, bodat pun harus jauh, cari makan sendiri.
Pertama, solusi jangka pendek, dari Youtube oleh Darwis Nasution dan Rizal Dumpay. Keduanya memiliki resep sama, yaitu: 1. Terasi dipanggang 3 kg untuk 1 hektar (5.000-10.000 rupiah), 2. Kapur barus merek apa saja (9.500 rupiah). 3. Tali rapiah. 4. Bahan kain potongan, warna hitam. 5. Palu untuk menghancurkan atau ditumbuk, 6. Gunting atau cuttter. Setelah kita haluskan dan bungkus sebesar biji kemiri, lalu digantung di tempat tumbuhan yang mau kita jaga, seperti durian atau tanaman apa saja. Jaraknya 3-3,5 M2. Manfaatnya: baunya tidak disukai bodat karena seperti bau harimau. Mereka takut dan menjauh.
Kedua, solusi jangka menengah. Ini menarik karena sudah dibahas di grup FPS, yaitu gerakan menanam bersama-sama pada musim tanam bersama. Dengan menyebarnya tanaman, maka bodat pun akan menyebar, dan bisa bergiliran menjaga, sehingga bodat takut. Apalagi, ditanam secara ekstra, di luar tanaman pokok untuk petani. Agar mereka memakan dari tanaman yang sengaja dikorbankan itu. Cara ini saya alami di kampung kami Sigolang, utamanya untuk padi. Burung pipit, akan menyebar sehigga korban tidak banyak. Relatif sedikit, dan memang tetap harus dijaga.
Ketiga, berburu berhadiah. Tiap orang mendapatkan satu hama, ia diberikan hadiah oleh komunitas petani. Inipun efektif, sebab binatang, jika tahu kawannya korban kejahatan menurut mereka, akan kapok dan takut datang kembali. Tentu ada bahasa kebinatangan bagi mereka. Ancaman dan gangguan harus mereka hindari.
Keempat, kebijakan manusia, jangka panjang. Saran sahabat dari Sumatera Barat, Andreas. Koloni Kera yang ganas akan datang jika habitatnya kehabisan bahan makanan. Apa salahnya kita justru menanam tanaman keras kesenangan bodat ini di hutan itu? Kita tanam banyak agar mereka cukup asyik di hutan saja. Jadi tidak akan datang ke kebun petani. Tanam saja pohon matoa, pisang, jambu, durian, atau apa saja yang bisa tumbuh di hutan. Nah, bibit bisa diminta dari pemerintah atau donatur siapa saja yang peduli. ini tentu sangat cinta lingkungan hidup. Kita punya cara terbalik berfikirnya, tidak bermusuhan, tetapi punya peri kebinatangan yang baik.
Kelima, perangkap seng melingkar setingggi 1,5-2 m lalu buat dahan yang bisa melompat ke dalam mengambil umpan pisang. Bila tertangkap, kita serahkan ke Kebun Binatang atau ada yang mau memeliharanya.
Keenam, jika tertangkap dalam perangkap seperti butir kelima, maka bodat itu dilukai, berdarah, digundul, dipasang “gonto”, lonceng, lalu lainnya akan kaget terbirit-birit menjauh dan ketakutan.
Mungkin ada cara lain Saudaraku, anggota FPS, yang pernah dipraktekkan secara local wisdom. Sukalah bercerita, sharing kepada anggota lainnya. Inilah fungsi Kelompok Tani. Tidak boleh kita kalah dari hama ini, entah bodat, babi dan lainnya. Cari akal kepintaran, kebijakan dan bermusyawarahlah demi kemasyalahatan bersama. Bersatu kitat teguh, jika egois kita runtuh. Selamat berdiskusi dan mengeksekusi.
Jakarta, 5 Oktober 2020, pkl. 19.33 WIB.
Ronsen Pasaribu,Ompu Marcia, pemerhati Bonapasogit.