BatakIndonesia.com — Momentum ulang tahun Gde Aryuda, SH, saya ingin memberi cerita indah bertema memorabilia, sesuatu yang indah kita kenang pada masa lalu. Masa lalu adalah sejarah, masa kita masih hidup, menarik kita ungkap lagi dan menjadi inspirasi bagi generasi insan BPN di kemudian hari.
Masa lalu yang saya maksud ketika Deputi II Hak Atas Tanah dijabat oleh Gde Aryuda, SH, satu Direktur Pemberdayaan, kebetulan Pejabat Direkturnya Ronsen Pasaribu. Gde Aryuda bukanlah orang baru bagi saya, boleh dikata orangtua sekaligus sahabat.
Sewaktu saya Kepala Kantor di Lumajang, mampir melaporkan ke beliau sebagai Kepala Kantor Kabupaten Pasuruan. Selanjutnya beliau ditarik ke BPN Pusat, lalu Kepala Kantor Kota Surabaya dan ditarik lagi jadi Direktur Penetapan Hak, baru terakhir Deputi II Hak Atas Tanah, sebuah jabatan tertinggi sebagai karwayan teknis.
Begitu lamanya kami berkenalan, berteman, sesama pejabat, di tingkat Eselon III. Kemungkinan besar kepercayaan itulah beliau menyerahkan Jabatan Plt Direktur Land Reform kepada saya sebagai jabatan rangkap, lebih satu tahun.
Politik Agraria yang mengedepankan Pemberdayaan Masyarakat sebagai pusaran Reforma Agraria dimulai sejak Kepala BPN Joyo Winoto. Bahkan ia memastikan para pengusaha kecil bisa berkembang dijamin modalnya dari sisi sertifikat menjadi colateral di perbankan.
Menteri Keuangan setuju ada mata anggaran UMKM menjadi sebuah proyek sendiri. Entahlah sekarang sudah dijadikan satu dengan PTSL mengingat PTSL jumlahnya sangat besar.
Berikut saya tuliskan secara singkat apa saja yang kami kerjakan semasa Gde Aryuda pembina kami di Program Pemberdayaan. Masih ingat kita ke Provinsi Sulawesi Utara, sebagai demplot Pemberdayan di semua Kabupaten minus Manado.
Item tanamannya adalah cabai merah. Sesuai hasil pemetaan sosial, cocok sisi tanahnya, cocok budaya masyarakat (Manado makan harus menangis, gegara makan cabai), cocok pemasarannya lokal antarprovinsi maupun Jakarta.
Deputi kami ajak panen perdana. Kelompok Masyarakat, berkumpul di satu tempat, difasilitasi Bapak Angkat Dr. Pieter Tangka, lulusan ilmu pertanian Universitas Tel Aviv, Israel yang disekolahkan Presiden RI Gus Dur.
Ilmu terapannya memang luar biasa, sedang teknologi pertaniannya diilhami dari teori yang dia pelajari. Intinya hasil pertanian naik dua tiga kali, tetapi kesejahteraan berbanding garis lurus.
Tidak seperti Pemerintahan kita, hasil beras naik, pupuk habis, anggaran seratus persen, tetapi harga turun. Jadi kenaikan jumlah tidak seiring dengan kenaikan keuntungan. Kesejahteraan tetap wacana saja.
Itulah referensi Pemberdayaan yang kami laksanakan di Sulut, bagaimana Bapak Angkat bisa menjamin kesejahteran dengan perjanjian 60% untuk petani dan 40% untuk Bapak Angkat.
Hari kedua, Cabai sudah ada di Pasarrebo Jakarta. Kami senang mengikuti acaranya karena menyatu dengan keyakinan para petani, seperti semuanya alur Ucapan Syukur, mulai berdoa, bernyanyi, Khotbah dan diselingi Paduan Suara walau pelaksanaan di Kebun.
Lepas itu, barulah kami memetik simbolik diawali oleh sambutan Gde Aryuda, selaku mewakili Kepala BPN RI.
Level Indonesia
Kami melakukan lomba apa yang kami sebut Model Pemberdayaan per Kabupaten di semua Provinsi Indonesia. Ini menunjukkan keseriusan kami untuk membangun model di tiap wilayah sesuai potensi yang ada.
Berharap, model inilah yang ditiru oleh masyarakat sekitar sebab terbukti berhasil membuat masyarakat sejahtera.
Roh Pemberdayaan adalah empowering, memperkuat yang lemah menjadi kuat dan mandiri. Mampu bertani sendiri, bisa mengembangkan usahanya secara diversifikasi dan atau diverensiasi. Usaha yang bertalian dengan produk utama atau berbeda dari produk utama, namun semuanya harus dikendalikan oleh Direktur Pemberdayaan RI agar tidak salah menggunakan dana hasilnya ke kegiatan lain yang tidak produktif.
Juara I Kantor Pertanahan Semarang, dengan item kegiatan tanaman rempah-rempah, kerjasama dengan Jamu Jago sebagai pihak Bapak Angkat. Juara II Model Pemberdayaan tanam Cabai, Sulawesi Utara, sedangkan Juara III adalah Model Pemberdayaan Peternakan Sapi Komunal, Salatiga Jawa Tengah.
Model bersama berbagi hasil anak dan produksi susu. Tiap rumah wajib beli susu dari koperasi, sehingga pemasarannya tidak susah lagi dan masyarakat sehat dengan minum susu.
Jika anaknya dua, satu diteruskan milik bersama dan satu milik pribadi. Petugas bergiliran 5 orang satu kelompok seminggu, memberi makanan rumput, membersihkan, mengambil susu, dan kesehatan bila ada sakit.
Banyak sekali, model menarik yang dibuat oleh Kepala Kantor di seluruh Indonesia. Bagaimana tanah itu menjadi sumber kesejahteraan rakyat? Visi BPN: “tanah untuk kesejahteraan rakyat”. Jadi, kegitan BPN oleh Joyo Winoto yang sering dikatakan beliau: ”berkapal-kapal”, tidak hanya kerjaan BPN seperti cetak Sertifikat saja. Sertipikat itu penting, tetapi penggunaan sertifikat itu yang lebih penting tidak disimpan di lemari apalagi rusak dimakan rayap.
Ini mampu menjadi jaminan modal di setiap usaha UMKM, Usaha besar dan ini sifatnya mendidik dinamis, menguntungkan di masa jangka panjang.
Saya titip pesan buat generasi BPN sekarang agar jangan lupa Reforma Agraria sebagai roh pengelolaan pertanahan yang mentautkan tanah dan manusianya. Bukan sibuk hanya sisi hukum saja, tetapi arahkanlah kepada welfare, kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Cukup dahulu, akhir kata walau kita sudah purna tugas Gde Aryuda. Selamat Ulang Tahun, Panjang umur dan tetap semangat mendorong generasi muda di BPN berkarya membuat masyarakat “gumuyu”. Ingat pesan Soedjarwo Soeromihardjo, kita membuat rakyat senang, ketawa atau gumuyu. Jangan sebaliknya.
Cengkareng, Jakarta, 17 Januari 2023. Pkl. 16.00 WIB, RP.