
JAKARTA, BatakIndonesia.com ― “Tanah leluhur Halak/Bangso Batak yang sebagian besar berada di Kawasan Danau Toba (KDT) makin terancam. Indikator ke arah sana semakin tampak akhir-akhir ini melalui berbagai bentuk, seperti tanah yang sudah berpindah tangan ke orang-orang yang bukan berasal dari KDT (Red.: bukan orang Batak), banyaknya orang-orang dari pulau lain yang berdomisili/berdagang di KDT (yg mampu membeli tanah rakyat jauh di atas harga pasaran), semakin banyaknya tempat ibadah yang bukan gereja (Red.: maaf bukan bermaksud SARA) hampir di setiap sudut di KDT dan bahkan ada larangan bagi warga masyarakat memelihara pinahan (ternak) babi di beberapa tempat di KDT. Orang Batak harus mewaspadai fenomena tersebut. Ada “Gerakan menuju genoside” orang Batak,” ujar Jerry R. H. Sirait dari Dewan Etik Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI).
Jerry Sirait menyampaikan ini kepada BatakIndonesia.com pada Sabtu (26/1/2019). Kegelisahannya sangat beralasan karena KDT selain makin rusak akibat pencemaran lingkungan hidup, juga kemerosotan orang Batak pada budayanya sendiri. Ada missing link (keterputusan) antara Budaya Batak dan kemajuan zaman (globalisasi dan perkembangan ilmu pengaetahuan dan teknologi).
Neo-kapitalisme makin menggerogoti KDT. Para pemilik modal (kapitalis) yang bercokol di KDT secara rakus mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeksploitasi hutan-hutan di perbukitan-perbukitan mengelilingi Danau Toba dan air kelas 1 Danau Toba pun dicemarinya.
Jerry Sirait menduga bahwa ada skenario besar yang dibuat oknum-oknum tertentu yang ingin merusak KDT lalu menguasainya. Kerusakan KDT sama sekali tidak digubris Pemerintah. Pemerintah diam saja, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah di KDT. Mereka diam seribu bahasa. Akhir-akhir ini ada laporan dari Bank Dunia yang mengatakan masalah serupa. Tiba-tiba Pemerintah Pusat mengekposenya tanpa tindak lanjut yang berarti. Seakan-akan mengatakan kepada dunia luar (Bank Dunia dan lain-lain) bahwa Pemerintah Pusat peduli pada temuan itu. Lalu dengan demikian kepentingan Indonesia di Bank Dunia tidak terganggu,” lanjut Sirait.
Saatnya sekarang bangso Batak bersatu membentuk kesatuan dan merapatkan barisan untuk menghalau berbagai usaha dan upaya gerakan menuju genocide tersebut. Danau Toba menjadi icon menghimpun persatuan dan kesatuan bangso Batak menyelamatkan tanah leluhur, Tano Batak. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? (BTS)